Workshop Goresan Tinta Untuk Bumi Bersama Mongabay dan Bicons

 

Minggu (5/5) ada yang workshop Jurnalisme Lingkunganberbeda di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung. Puluhan orang tampak sibuk mengambil gambar dengan kameranya. Mereka berasal dari beberapa kalangan. Pelajar SMA, mahasiswa bahkan pekerja swasta pun ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Keindahan Tahura membuat mereka asyik memotret suasana alam dan kemudian menuliskan apaa-a yang mereka temui dalam sebuah tulisan.

“Acara ini dibuat untuk melatih kepekaan peserta terhadap isu-isu lingkungan. Kita selama ini kan menulis fiksi seperti cerpen atau novel. , jarang yang ada menulis isu lingkungan hidup. Kalau pun ada yang menulis artikel, soal ilmiah atau tidak ada hubungannya dengan lingkungan,” tutur salah satu panitia acara, Muhammad Nasrulah Akbar.

Lebih lanjut, pemuda yang akrab disapa Akbar itu mengatakan acara tersebut terselenggara berkat kerjasama antara komunitas Forgift, Bicons (Bird Conservation Society), dan Mongabay.co.id. Acara sendiri dilaksanakan selama dua hari, sejak Sabtu hingga minggu. Di hari pertama peserta dijejali berbagai materi mengenai kepenulisan. Hadir dalam acara tersebut dosen biologi Unpad Nana Suryana, novelis Shinta Saskia, dan wartawan harian umum Pikiran Rakyat, Deni Yudiawan. Sementara dari pihak Mongabay Indonesia hadir redaktur Sapariah saturi dan pimpinan redaksi, Ridzki R Sigit. Baru di hari kedua, diisi dengan materi teknik fotografi dan praktik lapangan.

“Sebenarnya kalau kita sadari, isu lingkungan hidup itu sangat penting untuk dijadikan topik utama dalam kehidupan kita. Makanya kita membuat acara ini. Apalagi ini difokuskan kepada para mahasiswa, untuk melatih mereka bagaimana cara menulis yang benar, menjadi seorang jurnalis meskipun bukan berasal dari backgroun ilmu jurnalistik,” tambah Akbar.

Selain pelatihan mengenai kepenulisan, acara yang bertemakan “Goresan Tinta untuk Bumi” itu juga memberikan wawasan baru mengenai bagaimana cara pengelolaan blog. Menurut Akbar, selama ini blog yang diisi para mahasiswa kebanyakan hanya berisi curhat. Karena itu belum ada yang mengisi dengan isu lingkungan. dengan blog.

“Rencananya akan ada kegiatan lanjutan. Akan ada follow up kepada para peserta yang ikut acara ini. Harapannya mereka akan merasa semangat untuk menulis isu soal lingkungan hidup,” kata Akbar.

Salah satu peserta, Ayi mengatakan acara tersebut masih kurang dalam segi waktu. Menurut alumni fakultas sastra Unpad itu dua hari masih kurang. Seharusnya ungtuk bisa berlatih serius menulis setidaknya butuh waktu selama seminggu.

“Setelah ikut acara ini, saya masih penasaran. Ada beberapa informasi yang akan saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama soal kepenulisan dan blog. Tapi tetap masih kurang,” kata Ayi.

Saya memang senang menulis. Masih penasaran. Ada beberapa informasi yang nantinya akan saya praktekan dalam kehidupan sehari-hari saya. Saya suka nulis di blog,

Lebih lanjut pria yang mengaku gemar menulis itu mengatakan harapannya agar kedepannya kegiatan serupa bisa diselenggarakan kembali dengan durasi waktu yang lebih lama.

“Orang-orang yang menulis soal lingkungan memang masih sangat kurang. Acara ini sangat membantu memberikan perspektif baru agar para peserta mau menulis soal isu lingkungan hidup,” tambah Ayi.

Redaktur Mongabay.co.id Sapariah Saturi dalam satu sesi diskusi acara tersebut mengatakan, tulisan mengenai isu lingkungan hidup tidak cukup berhenti pada unsur 5W dan 1H. Unsur-unsur lain seperti pentingnya tulisan, latar belakang tulisan perlu dihadirkan agar tulisan semakin kuat. Tulisan harus mempunyai tujuan yang jelas yaitu menyelamatkan lingkungan.

“Media mainstream selama ini masih minim memberikan space yang cukup luas untuk isu lingkungan hidup.Karena wartawannya sendiri mempunyai pengetahuan yang kurang dalam isu lingkungan hidup,” kata perempuan yang akrab disapa Arie tersebut.

Lebih lanjut Arie mengatakan ada beberapa trik agar isu lingkungan mempunyai isu utama dalam media mainstream. Salah satunya dengan cara rajin mengirimkan rilis ke berbagai media massa. Namun untuk melakukan hal tersebut memerlukan kerja pro-aktif dari berbagai NGO yang fokus di isu lingkungan hidup.

“Media harus dijejali isu mengenai lingkungan hidup. Selain itu juga acara kumpulan antara orang-orang yang berada di NGO dan para wartawan untuk berdiskusi mengenai lingkungan hidup penting untuk dilakukan. Bisa juga dengan cara berkunjung ke newsroom berbagai media massa,” kata Arie.

Senada dengan Arie, pemimpin redaksi Mongabay Ridzki R Sigit mengatakan lingkungan tak bisa berbicara sendiri. Karenanya memerlukan orang yang gigih menulis soal lingkungan hidup.

“Isu lingkungan selalu kalah oleh isu politik dan ekonomi. Padahal sebenarnya isu lingkungan sangat berkaitan erat dengan berbagai sendi kehidupan yang lainnya. Karena itu terus lah menulis soal lingkungan hidup. Karena semakin banyak orang yang menulis soal isu lingkungan hidup, bumi akan semakin baik,” kata Ridzki.

Lebih lanjut Ridzki mengatakan tulisan soal lingkungan hidup harus menarik dan tajam. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang yang telah membaca tulisan tersebut tak hanya sekedar membaca, tetapi juga tercerahkan. Sehingga bisa lebih mencintai lingkungan hidupnya. Selain itu pemanfaatan blog untuk kampanye isu lingkungan hidup juga penting dilakukan.

“Saat ini 60 juta penduduk Indonesia terkoneksi dengan internet. Melihat data tersebut, menulis isu lingkungan di dunia maya seperti blog sangat strategis iuntuk dilakukan agar bumi tetap lestari,” tandas Ridzki.

Artikel yang diterbitkan oleh