Eksploitasi Hutan mangrove di Bali

Bali merupakan salah satu daerah wisata yang indah di Indonesia. Bagi sebagian besar orang yang berlibur ke Bali, Bali Selatan merupakan pilihan terbaik. Ada banyak tempat wisata alam di sana seperti Pantai Kuta, Pantai Sanur, Dream Land, Tahura (salah satu wisata hutan bakau), dan lain sebagainya. Selain wisata alam, ada juga banyak tawaran wisata hiburan dan budaya. Beberapa tawaran di ini membuat kebanyakan orang selalu menyempatkan masa liburannya untuk melihat keindahan Bali.
Akan tetapi, keindahan Bali ini bukan tanpa cacat. Kita boleh melihat Bali sedang dalam keadaan baik-baik saja mungkin karena pesona alamnya. Namun, bagi sebagian kecil orang di sana menolak menyebut alam Bali sedang baik-baik saja.
“Kami menolak bahwa alam Bali sedang baik-baik saja. Alam Bali sedang dalam masalah besar!” Demikian tegas Wayan Widyantara, Sekjen PPMI DK Denpasar, saat pemaparan kondisi Bali pada Musyawarah Kerja Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia di Surabaya beberapa waktu silam.
Saya penasaran, ada apa dengan alam Bali? Apa yang membuat teman-teman PPMI DK Denpasar berpikir kalau Alam Bali sedang dalam masalah besar? Rasa peasaran ini memacu saya untuk pergi ke Bali guna mencari tahu sendiri masalahnya.
Mungkin berbicara sola kerusakan alam di Bali, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bali tahu banyak hal. Karena itu, saya pergi ke Bali dan menginap di Sekretariat WALHI Bali. Di sana kita mendiskusikan banyak hal tentang masalah alam di Bali. Salah satu masalah yang menjadi topik utama pembahasan kami saat itu adalah soal eksploitasi Hutan Mangrove atau Hutan Bakau di kawasan Tahura Ngura Rai, Bali.
Mungkin kebanyakan dari kita sudah tahu apa itu hutan mangrove. Namun, yang belum banyak kita tahu adalah apa fungsi dari hutan mangrove itu sendiri dan apa manfaatnya buat kita pada umumnya serta masyarakat Bali pada khususnya.
Manfaat Hutan Mangrove
Berbicara soal manfaat dari hutan mangrove, muncul beberapa pertanyaan aneh yang sempat terlintas di kepala saya. Mengapa hutan mangrove ini perlu dipertahankan? Apa fungsi dari hutan ini buat masyarakat Bali? Seberapapentingkah hutan ini bagi makluk hidup?
Menurut Saeger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990) menyatakan bahwa fungsi ekosistem mangrove mencakup beberapa hal. Pertama, fungsi fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan mengolah bahan limbah. Kedua, Fungsi biologis ; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami bagi berbagai jenis biota. Ketiga: Fungsi ekonomi; sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan.
Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem Padang Lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir. Selain itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal, mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah,118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002).
Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. Hal ini dikarenakan karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.
Disamping itu, ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Mangrove juga berperan sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata.
Menurut Hardjosento (1981) dalam Saenger (1983), hasil dari hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan bangunan, chip, kayu bakar, arang kulit kayu yang menghasilkan tannin (zat penyamak), dan lain-lain. Selanjutnya Saenger,(1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove meliputi beberapa hal. Pertama, bahan bakar; kayu bakar, arang dan alkohol. Kedua,bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Ketiga, makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat-obatan. Keempat, perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring, dan lantai. Kelima, pertanian; makanan ternak, pupuk, dan sebagainya. Keenam, produksi kertas; berbagai macam kertas.
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). Manfaat ekonomis di antaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata). Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna.
Dampak dari keberadaan izin pengusahaan parawisata alam ini sangat jelas pada bidang ekologi dan tentunya acaman kepunahan hutan mangrove itu sendiri. Kerusakan hutan mangrove yang berada di kawasan tahura akan menyebabkan meningkatnya resiko bencana kepada masyarakat. Salah satu akibatnya adalah meningkatnya polusi udara mengingat banyaknya kendaraan bermotor yang ada di Bali. Selain itu hilangnya habitat dan satwa liar karena tidak punya tempat hidup. Dampak lain yang sangat ditakuti adalah dampak dari bencana tsunami.
Ingat Bali merupakan salah satu kawasan langganan tsunami. Dalam catatan, Bali telah mengalami tujuh kali tsunami. Rata-rata skema kejadiannya dalam 25 tahun yakni: pada Tahun 1818, 1848, 1917, 1925, 1930, 1985, dan 1994. Karena itu, perlindungan pantai secara alami dengan hutan mangrove menjadi solusi paling solutif untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami.
Eksploitasi hutan mangrove
Setelah kita mengetahui fungsi dan manfaat dari hutan mangrove di Bali, muncul pertanyaan yang baru lagi dalam benak kita. Ada apa dengan hutan mangrove di Bali? Kalau memang ada masalah, bagaimana masyarakat Bali merespon hl tersebut?
Mungkin Anda banyak mendengar tentang kontra versi kedatangan Cristiano Ronaldo ke Indonesia sebagai salah satu duta mangrove. Salah satu beritanya dimuat dalam situs mongabay.co.id yaitu “Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali” yang ditulis oleh Ni Komang Erviani. Dalam berita ini, kedatangan bintang Real Madrid ini sebagai Duta Mangrove di Indonesia dihubung-hubungkan dengan masalah eksploitasi hutan mangrove di kawasan Tahura Ngura Rai, Bali. Kalau mau ditelusuri lebih banyak lagi, silahkan anda mencari tahu sendiri dalam situ ini. Ada banyak sekali pemberitaan tentang masalah ekploitasimangrove tersebut.
Memang Bali merupakan salah satu daerah yang memiliki pesona alam yang diakui oleh dunia. Salah satu pesona alam di daerah ini adalah Hutan Mangrove atau yang sering kita kenal dengan nama hutan bakau. Selain keindahannya, hutan mangrove juga memiliki fungsi yang sangat besar bagi kehidupan makluk hidup.Karena keindahan dan fungsinya membuat banyak orang yang berminat untuk menguasainya. Salah satu tempat yang ramai direbut adalah kawasan Tahura.
Tahura Ngurah Rai secara administrasi pemerintahan terletak di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dan Kecamatan Denpasar, Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali.Secara geografis Tahura Ngurah Rai terletak pada 1159’-11514 Bujur Timur dan 849’ Lintang Selatan.Pengelolaan kawasan berada pada Sub Seksi KSDA Badung, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali, Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Bali.
Kawasan Taman Wisata Alam ini tergolong sebagai salah satu tempat yang menarik. Kemenarikan inilah yang membuat banyak pemodal untuk membangun akomodasi parawisata. Niat ini diperkuat dengan adanya cela pada beberapa ketentuan perundang-undangan. Sebagai contohnya yaitu Peraturan Pemerintah no. 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Parawisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2010 No. 44). Aturan ini memperbolehkan eksploitasi demi parawisata.
Aturan di atas sangat berbanding terbalik dengan Jargo dari Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, yaitu Bali Green and Clean. Bagaimana tidak? Pada tanggal 9 Mei 2012, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mengeluarkan SK.77/IV-SET/2012 yang ditandatangani Dirgen H Darori MM. guna mengeluarkan izin prinsip terhadap pemanfaatan Tahura di lakukan oleh PT Tirta Rahmat Bahari seluas 102,22 ha. Keputusan ini keluar setelah menimbang hasil penelitian Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA ) Bali dan Surat Gubernur Bali No 523.33/973/dishut -4 tertanggal 29 Juli 2011.
Setelah keluarnya SK Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Gubernur Bali pun mengeluarkan SK Gubernur Bali No 1051/03-L/HK/12 yang diterbitkan pada tangal 27 juni 2012. SK Gubernur Bali yang ditandatangani Made Mangku Pastika ini keluar setelah ada pengajuan dari Derektur PT Tirta Rahmat Bahari dengan No 001/TRB/DPS/IV/2011 tertanggal 27 april 2011.
Perlu diingat, menurut BAPPEDA Propinsi Bali, luas kawasan hutan di Bali semakin sempit. Saat ini, Propinsi Bali hanya memiliki kawasan hutan seluas 23%, kurang dari target 30% luas wilayah Bali sesuai Perda No 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruaang Wilayah Propinsi Bali Ps 59 ayat (3) Huruf b. Itu berarti Bali masih harus menambah kawasan hutannyaa sebanyak 7%, bukan malah memberi izin 102,22 ha untuk dikelolah. “Kalau itu namanya cleaning green”, tuduh Gendho, Direktur Eksekutif Walhi Bali dalam orasinya di depan Kantor Gubernur Propinsi Bali pada tanggal 24 Oktober 1012.
Masalah hutan mangrove ini bukanlah masalah yang biasa. Karena itulah, ada beberapa kalangan yang memprotes keras soal eksploitasi hutan mangrove itu. Salah satu kalangan yang sangat gigih memprotes kebijakan itu adalah Walhi Bali. Mereka datang bukan dengan jumlah yang banyak. Selama dua minggu saya berada di Bali, saya mengikuti aksi mereka. Jumlahnya tidak melebihi 20 orang. Namun itu bukan masalah buat mereka. Dengan jumlah seadanya itulah suara mereka selalu didengarkan.
“Turun ke jalan adalah sebuah cara paling mudah saat ini di Bali.” Demikian tutur Gendho dalam sebuah candaan. Namun memang itulah kenyataannya di Bali. Bagi mereka, turun ke jalan dan berteman dengan banyak wartawan adalah salah satu jalan keluar. Tujuannya agar suara mereka didengar oleh semua masyarakat Bali yang masih punya rasa memiliki Bali. Perjuangan mereka ini benar-benar murni karena kecintaan mereka terhadap lingkungan sampai mereka berani menantang Gubernur Bali untuk mengadakan debat terbuka.
Tidak hanya itu, aksi lain yang sudah mereka lakukan bersama band-band ternama dari Bali adalah penanaman mangrove bersama beberapa Band Punk ternama di Bali (Menyebar Virus Cinta Lingkungan Gaya Band Punk Bali, Ni komang Erviani). Tujuan guna mengajak masyarakat Bali untuk menyelamatkan hutan mangrove dari keserakahan segelintir orang.
Hingga saat ini, perjuangan mereka agar Gubernur Bali secepatnya mencabut izin yang sudah diberikan ke PT TRB masih terus berlangsung. Mereka akan tetap turun ke jalan dan melakukan kampanye-kampanya dengan cara lain sampai izin dicabut. Bagi mereka, tidak ada kata lelah untuk memperjuangkan sesuatu yang mereka anggap benar, apalagi itu soal lingkungan.
Mereka adalah orang-orang yang sadar betul akan apa yang dikatakan oleh Mahatma Ghandi bahwa:
“Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan semua manusia, tapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan satu orang manusia”.

Data pustaka:
Mongabay, Erviani, N. Menyebar Virus Cinta Lingkungan Gaya Band Punk Bali. 2013
Mongbay, Erviani, N. Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali. 2013
Kusmana, C. 1995. Menajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Proceending Simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi, Jakarta, 10-12 Agustus 1995
Saeger (1987) dalam buku Kusmana. C, dkk. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bandung
PP No. 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Parawisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Surat Gubernur Bali. No 523.33/973/dishut-4. 29 Juli 2011
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mengeluarkan SK.77/IV-SET/2012. Izin Prinsip Pemanfaatan Tahura. 9 Mei 2012
SK Gubernur Bali No 1051/03-L/HK/12. 27 April 2011
Perda No 16. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali. 2009

Artikel yang diterbitkan oleh