Padi Lokal Sumut Mulai Musnah # 1 Padi Lokal Asal Sumut Diklaim Sumbar

IMG_3439
Sekian banyak padi lokal di Sumatera Utara saat ini semakin ditinggalkan petani. Bahkan secara perlahan dan pasti, padi lokal yang bermutu tinggi sudah tidak bisa ditemui lagi. Bahkan, 1 varietas unggul padi lokal Sumut sudah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai milik Sumatera Barat. Harus ada kebijakan untuk penyelamatan padi lokal yang masih tersisa.

“Kita sudah banyak kehilangan padi lokal kita, sayang sekali, kita sudah tidak bisa lagi mencium harum nasi yang kita masak,” kata Syawal Simanjuntak, petani di Desa KutaDame, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Phakpak Barat, saat ditemui di kantor UPT Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumut (UPT BPTP Sumut) Jumat (3/5) di Medan.

Syawal mencontohkan, untuk padi sawah misalnya, padi jenis padang, siangkat, ramos, silumut, sipongkol, sudah sangat jarang ditanam oleh petani. Bahkan, di antaranya sudah tidak ada lagi ditemukan. Kemudian, untuk padi gogo, padi gogo jenis sikehkeh, sipala, dan siburu jabi sudah tidak ditemukan lagi. “Kalaupun ada yang menanam, bisa dihitung dengan jari,” katanya.

Menurutnya, penyebab semakin hilangnya padi lokal dikarenakan petani sudah banyak yang enggan menanamnya lantaran faktor usia panen yang lebih lama ddibandingkan dengan padi yang banyak beredar di pasaran, seperti ciherang dan mekongga.

Padi lokal, baik padi sawah maupun padi gogo, umumnya memiliki usia panen yang panjang yakni 6 – 7 bulan. “Petani lebih memilih padi yang usia panennya pendek, misalnya 100 hari sudah bisa panen,” katanya.

Padi lokal, lanjut Syawal yang juga Ketua Kelompok Tani Roh Mejuna, selain usia panen lebih lama, tidak semuanya memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan sebagian mudah rebah. kelemahan lainnya, produksi padi lokal juga tergolong rendah yakni hanya berkisar antara 1,5 – 2 ton per hektare.

Sementara itu, Punguan Gultom, selaku ketua Dewan Pimpinan Cabang Simalungun Serikat Petani Indonesia Wilayah Sumatera Utara mengatakan, Simalungun memiliki padi lokal Sigambiri merah dan sigambiri putih. Padi tersebut kini sudah semakin sulit ditemui. Padi lokal di Simalungun antara lain, selain itu, ada juga padi pandan wangi, sri rejeki, pendek merah, dan tamba tua.

Menurutnya, semakin sedikitnya petani yang menanam padi lokal lantaran dari sisi kebijakan yang berlaku saat ini yang mendorong agar petani memakan benih dan pupuk yang diberikan ooleh pemerintah. Selain itu, juga dikarenakan adanya kebijakan pola tanam serentak. Dengan demikian, yang terjadi saat ini, pertanian padi menjadi semacam monokultur yang mana semua jenis padi seragam. “Kalau ciherang, ciherang semua, mekongga,ya mekongga semua,” katanya.

Sementara itu, pertumbuhan padi lokal yang lebih lama tidak memiliki tempat. Karena ketika padi lokal yang sudah ditanam belum bisa dipanen sementara padi yang diberikan oleh petani sudah memasuki panen, maka peluang terserang hama penyakit lebih besar.

Padahal lanjutnya, jika dilihat dari sisi ekonomisnya, menanam padi lokal lebih menguntungkan karena harga benih yang lebih murah. Misalnya benih ciherang ataupun mekongga, di harga ecveran tertinggi mencapai Rp 55.000 per 5 kilogram. Sementara padi lokal hanya Rp 4000 per kilogram. “Dari sisi budidayanya, pemberian benih pemerintah harus didukung dengan pupuk, kalau tidak, produksi tidak bagus, berbeda dengan padi lokal, dengan pupuk sederhana, produksi tetap bagus,” katanya.

Menurutnya, seharusnya pemerintah memiliki kebijakan yang jelas untuk menyelamatkan padi lokal sebelum semuanya musnah. Semakin sulitnya menemukan padi lokal yang ditanam oleh petani merupakan hal yang memrihatinkan karena potensi untuk pengembangan sangat besar. “Petani harus bisa lepas dari ketergantungan kepada benih dan pupuk dari petani, dengan menanam padi lokal, petani bisa terus mengembangkannya dengan mandiri,” katanya.

Sementara itu, kepala UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Sumut, Sugeng Prasetyo mengatakan, penyelamatan padi lokal sangat pentingt mengingat saat ini Sumut sudah kehilangan 1 padi lokal varietas unggul dari Mandailing Natal, yakni padi sigudang yang tahun 2010 yang blalu sudah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai padi asli dari Sumatera Barat. “Harus ada kebijakan yang mendukung penyelamatan padi lokal kita, jangan sampai padi kita diklaim sebagai milik daerah lain, padahal itu asli Sumut,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh