Terbang ke Kalimantan, melintasi awan diatas bentangan luas laut Jawa. Dari langit melihat alur Sungai Mahakam yang tampak luas dan panjang. Senangnya membayangkan betapa hari- hari nanti akan diwarnai oleh pemandangan hutan,sungai, satwa liar dan masyarakat adat. Saya akan bertemu dengan orangutan, satwa liar Kalimantan yang kabarnya mirip dengan manusia. So sweet banget, kalau pun bisa saya akan menjadi tarzan selama di Kalimantan, jika perlu bertemu dan berkencan dengan putri duyung di Sungai Mahakam. Wah..
Tiba di Balikpapan, sejuknya melintasi hutan di Bukit Soeharto. Jalan aspal yang berkelok- kelok dan naik turun, membuatku sedikit mual, namun tak masalah, ini merupakan bagian kecil dari hari- hari menyenangkan nantinya menjadi petualang di hutan Kalimantan. Selamat datang di Kalimantan. Hai orangutan, aku datang…
Pertama kali, berkenalan dengan kawan- kawan Orangufriends, komunitas pendukung Centre for Orangutan Protection (COP), salut banget, mereka adalah sekelompok anak muda yang bekerja giat mengkampanyekan perlindungan dan penyelamatan orangutan. Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batubara menyebabkan terancamnya habitat dan keberadaan orangutan.
Bersama beberapa kawan Orangufriends, menghadiri seminar di Universitas Mulawarman (Unmul). Seminar bertajuk Kaltim Go Green or Go Black, diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (Imapa) Unmul, Oktober silam. Menghadirkan pembicara dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Presentasi oleh BLH Kaltim, untuk mewujudkan kota yang cerdas, manusiawi dan ekologis melalui penerapan tata kepemerintahan yang baik (good governance) untuk mendorong terciptanya lingkungan hidup yang baik (good environment) , pemerintah Kaltim mencanangkan program Adipura.
Pemerintah Kaltim juga mencanangkan program Adiwiyata yang bertujuan mewujudkan terciptanya warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan SDM yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan didaerah. Hal ini tentu menggembirakan mengingat Kaltim merupakan salah satu penghasil emisi terbesar di Indonesia, nomer tiga setelah Kalteng dan Riau.
Namun mengejutkan, dalam presentasinya Jatam menyebutkan luas wilayah Kaltim 19,88 juta hektar namun ijin konsesi untuk perkebunan sawit, pertambangan batubara dan hutan lindung mencapai 21,7 juta hektar. Dengan demikian luas konsesi untuk industri lebih luas dari wilayah provinsi. Bukan hanya bencana ekologi, konflik sosial siap menjadi masa depan Kaltim karena tumpang tindih lahan.
Bencana ekologi, sebagai misal kota Samarinda yang belakangan kerap disambangi banjir. Lebih dari separuh luas kota Samarinda, Kalimantan Timur, dikepung 81 izin kegiatan pertambangan batu bara. Kegiatan pertambangan itu dinilai berdampak luar biasa terhadap kerusakan lingkungan. Sekitar 71 persen dari 71.800 hektar total luas kota Samarinda, merupakan areal pertambangan batu bara.
Harapan untuk menikmati alam Kalimantan dengan segala keindahannya, rasanya mesti beralih pada kenyataan hamparan perkebunan kelapa sawit sejauh mata memandang, pula bekas- bekas tanah galian perusahaan tambang batu bara yang tak terurus, sungai- sungai yang kering dan banjir. Tak semudah pula membayangkan bertemu dengan orangutan di alam bebas. Spesies baru ciptaan manusia, buldozer telah merusak habitat mereka dan menciptakan konflik orangutan dengan masyarakat. Tak hanya belantara yang digasak alat berat, taman nasional pun terancam oleh para perambah liar. Ini nampak ketika melintasi Taman Nasional Kutai yang makin dipadati oleh perumahan warga.
Seakan nasi telah menjadi bubur, ketika hutan dikuasai koorporasi yang berpihak pada kepentingan pemodal, masyarakat adat dengan segala kearifan lokalnya pun tergusur. Budaya kekeluargaan, gotong royong, sopan santun dan cinta alam, tergeser oleh nilai- nilai kapitalisme, berganti menjadi konflik sosial yang lahir dari tumpang tindih lahan dan bencana ekologi.
Namun tak putus harapan, mengunjungi beberapa organisasi mahasiswa dan komunitas lingkungan hidup rasanya masih terdapat semangat untuk melakukan sebuah perubahan. Ada KOPHI Kaltim, Orangufriends, Imapa Unmul, BEM Unmul, Himpunan Mahasiswa Tehnik Lingkungan Unmul juga Mapala Univesitas Kutai Kartanegara. Masing- masing tentu memliki kegiatan terkait kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup. Seperti Orangufriends, mereka aktif melakukan school visit atau kunjungan ke sekolah- sekolah dalam rangka edukasi konservasi. Atau KOPHI Kaltim dengan Sunday Clean secara rutin membersihkan lingkungan kampus dua minggu sekali di Universitas Mulawarman.
Yang menggembirakan, dalam kesempatan tertentu mereka berada dalam satu kegiatan biasanya dalam bentuk aksi- aksi turun kejalan, wildtrip atau jambore lingkungan. Indahnya ketika anak- anak muda bersatu, bekerja bersama bersinergi untuk alam, memulai dari hal- hal yang bersifat sederhana dan mudah untuk dilaksanakan, mewujudkan perubahan yang lebih baik untuk lingkungan. Salam lestari!