Surat dari Tedy

TEDYTak ingat sudah, bagaimana kisah hidupku hingga sampai di dalam tempat yang sempit ini. Kerangkeng besi dengan jeruji berkarat dengan lantai semen yang makin hancur. Sempit dan bau, tak lebih dari dua kali tiga meter tempatku tinggal. Perkenalkan namaku Tedy, beruang madu jantan penghuni sebuah taman satwa illegal di kota Palembang.

Aku tak memahami, apalah arti semua ini. Bukankah semestinya aku tinggal di rimba raya, di hutan hujan tropis? Bukankah manisnya madu, segarnya buah-buahan dan tunas- tunas pohon atau gurihnya serangga hutan yang mestinya kunikmati? Namun hari-hari disini yang kudapatkan adalah nasi yang dicampur dengan susu. Rasanya tentu memuakkan, namun lapar memaksaku untuk harus menelannya.

Berjalan kesana kemari didalam kandang, menjilat- jilat jeruji dan menjulur-julurkan lidah, itulah aktivitas keseharianku. Dari pagi hingga sore, selalu begitu, hingga ketika aku merasa dalam titik kebosanan yang memuncak, aku berteriak lalu membentur- benturkan kepalaku ke dinding.

Aku tak lagi mengenal siang atau malam. Tak pernah merasa tetidur lelap. Hidup ini setengah tertidur, setengah terjaga dan setengah bermimpi. Namun yang pasti semua ini adalah mimpi buruk. Dan kalaupun bisa, aku sudah berteriak untuk memaki kekejaman manusia yang menempatkan aku di tempat terkutuk ini.

Hidup atau mati. Disini aku tinggal bersama empat beruang lainnya dalam kandang yang terpisah. Semua bernasib sama, selama bertahun- tahun tinggal didalam neraka buatan manusia. Aku lelah dan ingin mati saja. Namun aku akan tetap hidup dan kembali menikmati kebahagiaan selayaknya satwa liar yang hidup bebas merdeka ketika ada yang peduli dan datang untuk menolongku.

Tapi mungkinkah, ataukah ini sekedar pemanis dari rangkaian mimpi- mimpi burukku? Pembaca yang budiman, mungkin anda yang akan menjawabnya.Salam, Tedy, beruang madu (helarctos malayanus).

TEDY6

TEDY (4)

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh