Itulah kalimat yang terlintas dipikiran ini, Apakah hutan kami akan dimuseumkan? Apakah suatu saat nanti setiap orang tidak punya kesempatan lagi melihat hutan indonesia? Atau bahkan barangkali kita akan melihat hutan indonesia di museum yang hanya sebatas ukiran-ukiran para arsitek ? Apa yang akan terjadi puluhan tahun kedepan apabila hutan yang saya lihat sekarang yang tinggal hanya sekian persen lagi punah, habis dan hilang keberadaannya?
Hal itu merupakan pertanyaan yang terlintas dipikiran ini. Saya seorang Mahasiswa Fakultas Kehutanan Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara menganggap ini merupakan persoalan serius yang perlu kita pikirkan sebaik mungkin.
Ketika saya melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri jurusan Kehutanan Universitas Sumatera Utara, banyak orang meragukan bahkan menyinggung perasaan saya. Mengapa coba? Itu diawali ketika mereka mengatakan mahasiswa kehutanan adalah penjual kayu, perambah hutan dan Sarjana Kehutanan yang ahli dalam hal konversi hutan dikemudian hari. Coba kita berpikir, mengapa mereka mengatakan demikian? Ya, mungkin saja mereka benar karena telah melihat fakta sesungguhnya. Sungguh Menyedihkan bukan? Saya hanya tunduk dan tersenyum membalas ucapan mereka, saya tidak bisa menjawab apa-apa, pengetahuanku tentang ruang lingkup kehutanan saja pun belum memadai. Tapi semua itu kujawab dalam hati sembari melihat mereka dan mengatakan, “aku bukan penjual kayu,kayu akan kujual apabila sudah tua dan busuk”!
Kita semua tahu bahwa Indonesia terkenal dengan mega-biodiversitasnya yang tinggi, lansekap hutan luas yang merupakan salah satu negara yang memiliki dominasi hutan terbesar dan terluas di dunia. Namun sangat disayangkan, Menurut hemat saya, itu semua merupakan data lama. Memang dahulu kita kaya akan keberadaan hutan kita, itu benar dan tidak bisa dipungkiri. Tetapi coba kita perhatikan sekarang, semua itu tidak berlaku lagi. Informasi spasial kehutanan Indonesia dahulu tentu sudah jauh berbeda dengan sekarang.
Beberapa kegiatan dari fakultas dalam penelitian ke hutan membuat saya prihatin terhadap kondisi hutan Indonesia, salah satunya hutan di Sumatera Utara.
Orang-orang sudah beranggapan bahwa tak ada gunanya merawat hutan, karena semua itu berada pada kepentingan pihak-pihak pemangku kebijakan. Indonesia terkenal dengan mutu dan kualitas pohon yang bagus, sehingga menarik perhatian negara asing untuk berburu ke negara indonesia berkat keanekaragaman indonesia. Fakta yang terjadi, Indonesia mengalahkan beberapa negara yang mendominasi hutan, salah satunya adalah Brazil dalam hal deforestasi. Ini merupakan bukan suatu kebanggaan bagi kita. Sekarang ini hutan sudah banyak dialihfungsikan, tak peduli dampak yang timbul apabila kondisi hutan yang tidak lestari. Padahal, hutan sangat berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, alam dan seluruh komponen-komponen nya terutama bagi kehidupan manusia.
Disinilah peran aktif hutan dalam menjaga kestabilan lingkungan, lingkungan yang didalamnya terdapat ekosistem yang secara kesatuan yang utuh menyeluruh ada keseimbangan-keseimbangan dan saling keterkaitan. Dengan demikian bila hutan tercemar, maka seluruh komponen ekosistem juga akan terganggu. Secara garis besar, hutan sebagai satu kesatuan ekosistem berperan penting terhadap unsur-unsur yang ada di alam ini. Coba kita renungkan, Mengapa sekarang ini hangat-hangatnya membicarakan tentang perubahan iklim (climate change) dan perdagangan karbon (trade carbon)? Bagaimana sebenarnya kontribusi hutan indonesia di mata internasional? Hal itu sebenarnya bisa terjawab bila ada kesepahaman hutan, perlu digarisbawahi, kesepahaman hutan itu penting karena tentu kita tahu bahwa hutan itu jelas penting. Kalau tidak penting, untuk apa perlu kesepahaman hutan?
Jadi sebenarnya dimana akar permasalahan hutan indonesia?
Seiring berjalannya waktu, hutan indonesia mengalami degradasi, baik secara kuantitas maupun kualitas yang sangat parah. Kerusakan hutan terjadi dimana-mana. Perambahan hutan, penebangan pohon, alih fungsi hutan, konversi hutan menjadi kelapa sawit yang merupakan kegiatan sektor perkebunan yang marak akhir-akhir ini dan kabut asap akibat kebakaran hutan, akibatnya udara tercemar. Begitu juga dengan kegiatan ekspor kayu tanpa adanya Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) yang sebatas hanya memikirkan keuntungan ekonomi saja terutama para pemilik perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Semua berlomba-lomba mengambil keuntungan untuk ekonomi semata, dengan tidak mengindahkan AMDAL. Seharusnya kita menerapkan Ekonomi hijau yang berlandaskan prinsip-prinsip yang lestari dengan dukungan sektor kehutanan yang merupakan suatu sektor pengkontribusi yang baik bagi kemajuan ekonomi nasional. Apabila hutan lestari, maka tentu berjuta-juta bahkan tak terhingga manfaat yang bisa kita dapat. Coba kita kembali merenung, mengapa sebenarnya kita perlu menanam pohon? Mengapa akhir-akhir ini Pemerintah semakin menggalakkan aksi menanam 100 juta pohon, bahkan salah satu program Pemerintah 1 Milyar pohon? Itu disebabkan karena semakin sadarnya kita akan pentingnya melestarikan hutan Indonesia. Seandainya 1 tegakan pohon menghasilkan wifi, tentulah kita akan berlomba-lomba menanam pohon dibelakang rumah kita,bukan? Mengapa kita tidak memakai prinsip itu saja?
Situasi dan kondisi hutan di indonesia yang semakin hari mengalami degradasi membuat kita harus bertindak untuk menemukan solusi terbaik . Diantaranya tetap menggalakkan program pemerintah menanam pohon. Menurut hemat penulis, tak harus 1 milyar, 1 pohon saja pun sudah luar biasa manfaatnya. Artinya, membiasakan rutinitas dalam menanam pohon membuat kita mencintai dan mengerti arti pentingnya menjaga kelestarian hutan dan alam lingkungan. Tidak hanya menanam, tetapi merawat. Program aksi penanaman pohon di Indonesia sudah berjalan dengan baik. Dimana-mana sudah digalakkan aksi menanam, baik instansi-instansi, universitas, komunitas, serta lembaga-lembaga swadaya lain. Namun masalahnya sekarang, kita seringkali hanya aksi menanam tetapi tidak ada perawatan berkelanjutan. Bagaimana bisa sebatang pohon tumbuh?
Solusi berikutnya yaitu Menciptakan keharmonisan antara pemerintah dengan masyarakat sekitar hutan yang menjadi mitra penting dalam melestarikan serta menjaga hutan secara tidak langsung. Masyarakat yang hidup di sekitar hutan merupakan bagian vital yang tak bisa dipisahkan dari bagian pemerintah dalam hal pengelolaan hutan. Mamang benar bahwa sebagian masyarakat memenuhi kebutuhan mereka dari hutan, apabila hutan tidak lestari maka disimpulkan kebutuhan masyarakat disekitar hutan juga tidak akan terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, Pemerintah penting melakukan sosialiasi, monitoring dan apresiasi terhadap masyarakat sekitar hutan untuk lebih menjaga kelestarian hutan, memberikan pendidikan dan kesepahaman tentang hutan itu sendiri. Dengan demikian akan tercipta hubungan yang baik antara pemangku kepentingan (stakeholders) dengan pemerintah dalam hal pengelolaan hutan yang lestari.
Pemerintah perlu melakukan mitigasi secara efektif untuk menciptakan kondisi lingkungan yang hijau dan lestari. Apabila hutan dan lingkungan lestari, maka masyarakat juga akan mampu menciptakan sektor kehutanan menjadi salah satu kontribusi yang baik bagi kelangsungan hidup, juga pemerintah juga dapat menjadikan hutan menjadi pengkontribusi untuk kemajuan ekonomi nasional tanpa merusak dan menghilangkan keberadaan ekosistem hutan.
© Abednego Togatorop ● Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara