Pemerintah Provinsi Sumatera Barat baru mampu meraih 20 persen capaian dari 500 ribu luasan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang ditargetkan terwujud selama lima tahun.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Hendri Oktavia saat refleksi dan evaluasi pengelolaan sumber daya hutan Sumatera Barat 2015 yang diselenggarakan KKI Warsi di Padang, 22 Desember, mengatakan, sejumlah kendala menyebabkan realisasi PHBM baru mencapai 20 persen atau 100 ribu hektar hingga akhir 2015. Padahal target kerja lima tahun akan berakhir 2017.
Penyebab lambatnya capaian target PHBM menurut Hendri, karena pemahaman soal perhutanan sosial di tingkat kabupaten dan kota belum sama. Ia mencontohkan, ada kepala daerah yang sudah berkomitmen namun bisa saja tidak dijalankan dinas kehutanannya.
Problem lain, keterbatasan sumber daya di Dinas Kehutanan Sumbar, apalagi penyuluh-penyuluh kehutanan yang menjadi ujung tombak tidak dibawahi langsung Dinas Kehutanan namun dibawah pengelolaan Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh).
Padahal Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi terdepan di Indonesia untuk perhutanan sosial. Menurut Hendri, seluas 500 ribu hutan produksi dan hutan lindung di Sumbar dicadangkan untuk PHBM sudah masuk ke dalam Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang sudah disetujui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur KKI Warsi Diki Kurniawan mengatakan, pencapaian target pembentukan PHBM di Sumbar harus terus didorong sebab pengelolaan hutan oleh masyarakat memperlihatkan hasil nyata yang lebih aman dan terpelihara, terbukti saat kebakaran hutan dan lahan beberapa waktu lalu, provinsi ini tidak menyumbang emisi, malah berkontribusi dalam penurunan emisi.
“Relatif amannya Sumbar dari kebakaran karena pengelolaan hutannya berdasarkan nilai-nilai adat dan adanya pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan,” kata Diki pada kesempatan yang sama.
Sejak penetapan Hutan Nagari di Simancuang, Kabupaten Solok Selatan dan Simanau, Kabupaten Solok pada 2011, nagari-nagari di Sumbar antusias mengajukan izin hutan nagari.
Antusiasme masyarakat itu dibuktikan banyaknya permintaan sosialisasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) dari nagari. Menurut Diki, selama November dan Desember ini saja, ada 25 nagari yang meminta difasilitasi pertemuan.
“Pada 2016, kita berencana memfasilitasi 7 kabupaten untuk membentuk PHBM, targetnya masing-masing kabupaten untuk lima nagari,” kata Manajer Advokasi dan Kebijakan KKI Warsi Padang, Rhainal Daus.
Rhainal menyepakati, integrasi berbagai pihak belum ada meski skema PHBM sudah ada menjadi salah satu faktor penghambat. Antusiasme masyarakat mengelola hutan tidak terlayani karena keterbatasan sumber daya.
“Sampai 2015, baru 4 kabupaten yang yang memiliki Pokja Perhutanan Sosial untuk melayani pencapaian target 500 ribu hektar PHBM,” kata Rhainal.
Selain itu, kehati-hatian pemerintah kabupaten atau kota memaknai UU No. 23 Tahun 2014, khususnya soal kewenangan sektor kehutanan yang sudah beralih ke provinsi juga memperlambat izin PHBM, kata Diki menambahkan.
“Perpindahan kewenangan ini membuat pemerintah kabupaten berhenti melayani proses perizinan skema-skema PHBM. Ini menjadi persoalan baru dalam mencapai target pengelolaan hutan dengan skema PHBM di Sumbar,” jelasnya.
Karena itu menurut Diki, pemerintah khususnya kabupaten lebih meningkatkan kapasitas tim mengelola dan memfasilitasi PHBM sehingga kearifan masyarakat dalam mengelola hutan berjalan baik sekaligus mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.
Saat ini realisasi PHBM di Sumbar seluas 40.647 hektar, yang sudah mendapat SK Penetapan Areal Hutan Nagari 32.788 hektar, SK Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakat (HKm) 4.098 hektar, Hutan Tanaman Rakyat 6.935 hektar.
Sementara yang saat ini sedang tahap pengusulan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk usulan Hutan Nagari 34.869 hektar dan HKm 14.380 hektar.*
Ocha Mariadi
Jurnalis dan Aktivis NGO di Padang