Sinar kemerahan terlihat dari sela-sela daun tanaman karet di hompongan milik temenggung tarib. Hompongan, merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas yang juga sebagai kawasan perkebunan bagi Orang Rimba. Biasanya Orang Rimba menanam ubi dan karet di hompongan tersebut. Tidak kurang dari 120 KK Orang Rimba TNBD telah membukan hompongon dengan luas mencapai 100 ha. Membuat hompongan ini selain untuk membatasi tekanan masyarakat luar terhadap taman, juga untuk mempersiapkan sumber daya di masa depan Orang Rimba. Hompongon juga sebagai salah satu alat untuk memperkuat posisi Orang Rimba dalam mempertahankan hak-haknya di dalam TNBD. Begitupun dengan temenggung tarib, dengan hompongan tersebut perekenomiannya perlahan-lahan beranjak meningkat.
Ketekunan dan keuletan yang dimilikinya mampu membuktikan bahwa keberadaannya sebagai suku yang termarginalkan dapat diterima di lingkungan masyarakat yang majemuk. Hidup berdampingan di Dusun Air panas, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air hitam Kabupaten Sarolangun bersama kurang lebih 75 kepala keluarga yang terdiri dari berbagai suku dan agama merupakan sebuah pilihan. Hingga memilih untuk memeluk suatu agama juga merupakan pilihan hidupnya. Sebagai pemeluk agama Islam, melaksana kewajiban berpuasa telah dijalaninya selama dua tahun ini. Beribadah di bulan ramadhan diakui Tarib sebagai bentuk eksistensi keislaman yang diyakininya.Meski mengaku, masih dalam tahap mempelajari dia menyebutkan berusaha untuk dapat menjalani puasa ini dengan sebaik mungkin. “ Tahun lalu, saya menjalani puasa selama 10 hari dan untuk tahun ini moga-moga bisa penuh sebulan”, jelasnya.
Meski berpuasa, kegiatan berkebun tetap dikerjakannya. Dimulai dari pukul 6 pagi, Temenggung Tarib yang sudah memiliki nama muslim Muhammad Jailani setiap harinya melintasi puluhan kilometer untuk sampai ke hompongannya. Ini puasa yang ke sebelas telah dijalaninya, dan dia mau hari berbuka puasa di hompongannya. Meski anaknya, Mandum yang juga telah memeluk agama islam telah melarangnya berbuka puasa di hutan. “ Katanya nanti bapak tidak tahu kapan jadwal berbukanya kalau di hutan”, cerita temenggung tarib bagaimana anaknya berusaha untuk melarangnya berbuka puasa di hutan. Hewan berkelap-kelip yang biasa dilihat di malam hari, biasa disebut dengan nama kunang-kunang atau Orang Rimba menyebutnya api-api merupakan penunjuk waktu berbuka yang cocok ketika berada di dalam hutan. Sambil menikmati semangkuk kolak ubi yang merupakan makanan favoritnya, Tarib sangat menikmati berbuka puasa di tengah rimba Taman Nasional Bukit Duabelas.
Tidak hanya berpuasa, Tarib juga menjalani sholat tarawih dan witir di Mushola Jabal Nur yang merupakan satu-satunya mushola yang ada di dusun air panas. Bersama masyarakat lainya, Tarib dan Istrinya, Induk Hadijah Sangul melaksanakan ritual sholat sunah tersebut. Tidak ada diskriminasi yang dilakukan masyarakat desa tersebut, itu yang diakui laki-laki yang baru mengapal beberapa surat-surat pendek di Al-qur’an. “ Idak ado perbedaan, samolah sholat dengan orang dusun sini, kami semua disini berusaha tenggang rasa karena banyak orang dengan agama dan suku yang idak samo”, ungkapnya dengan campuran bahasa melayu dan rimba.
Tumenggung Tarib dan kelompoknya yang mendiami di sisi Selatan TNBD yang berbatasan dengan ladang penduduk desa, kebun kelapa sawit dan permukiman transmigrasi atau hanya tinggal hanya 1-3 km dari perkebunan sawit dan desa terdekat tetap mempertahankan jati dirinya sebagai Orang Rimba. Namun bukan berarti ia dan kelompok orang rimba lainnya menolak semua kebudayaan yang berasal dari luar. Mereka secara selektif dapat menerima berbagai perubahan yang mereka anggap penting bagi peningkatan sumber daya manusia Orang Rimba. Perubahan cara tempat tinggal menjadi menetap dan memeluk suatu agama, merupakan sebuah keharusan agar mereka dapat diterima dalam tatanan masyarakat secara umum.
Perubahan yang terjadi pada temenggung tarib dan sebagian Orang Rimba lainnya, disebutkan Robert Aritonang , Antropolog KKI Warsi adalah sebagai bentuk perubahan simbol-simbol menuju adaptasi dengan pola hidup yang baru. “Agama asli Orang Rimba yang berasal dari nenek moyang nya biasa mereka sebut dengan besale atau dalam bahasa umum dikenal dengan animisme yang merupakan kepercayaan terhadap banyak dewa dan melakukan ritual pemujaan dengan berbagai macam bunga-bungaan yang dikenal dengan istilah bebale. Keputusan Orang Rimba untuk memeluk suatu agama merupakan sebuah kesadaran dan tahapan perkembangan dalam upaya agar mereka diterima oleh dunia luar” katanya.
Dilihat dari sejarah hubungan dua etnis Orang Rimba dan Suku Melayu di Jambi merupakan hubungan yang dibatasi oleh tabu dan hal-hal pantang yang akhirnya membatasi kontak kedua etnis ini. Fase perubahan yang sangat cepat saat ini juga dipicu dengan semakin cepat hilangnya hutan yang selama ini menjadi tempat hidup bagi Orang Rimba. Sehingga kebudayaan yang merupakan alat bagi manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya juga akan mengalami perubahan. Robert juga menegaskan bahwa tidak ada satu suku manapun yang memiliki kebudayaan yang baku, begitupun yang terjadi pada Orang Rimba. Terkonversinya hutan menjadi wilayah transmigrasi, perkebunan, dan pertambangan, membuat mereka juga tidak bisa mempertahankan cara-cara lama dalam mempertahankan hidup.
“Saya prediksi perubahan kebudayaan itu pasti akan terjadi pada Orang Rimba, tapi ini meliputi kebiasaan hidupnya seperti kegiatan berburu dan meramu,tempat tinggal, agama, danbahasa, sementara ada hal-hal yang sulit mengalami perubahan ini meliputi,prinsip-prinsip hukum adat, tradisi perkawinan, dan cara penyelesaian masalah secara adat kemungkinan besar tidak mengalami perubahan” imbuhnya.
Di beberapa tempat, seperti di daerah Singkut, Pemenang, Sungai Tabir sampai dengan Batang Bungo juga mengalami hal yang serupa. Akan tetapi kondisinya berbanding terbalik dikarenakan tidak mampu beradaptasi dengan kebudayaan masyarakat setempat yang ada. Tidak bisa menanggalkan pola-pola hidup rimba yang dimiliki, membuat mereka menjadi masyarakat kelas nomor dua di daerah-daerah tersebut.
Referensi
http://nasional.teraspos.com/read/2013/07/12/54822/wakil-dubes-as-berbagi-semangat-ramadhan
http://www.thejakartapost.com/news/2011/08/26/fast-breaking-forest.html