#LiburanHijau Eta Markobun,Lae!

#LiburanHijau Eta Markobun Lae!

Mereka bukan sekedar berkebun. Mereka berkebun untuk menghijaukan lingkungan, menjaga ketahanan pangan, serta sebagai wahana edukasi dan alternatif hiburan. Namanya, Medan Berkebun.

Tahun 2010 adalah titik pertama komunitas ini dibentuk. Awalnya komunitas ini berasal dari Jakarta dan bernama Jakarta Berkebun. Komunitas ini mengadaptasi konsep Urban farming yaitu konsep berkebun di kawasan perkotaan dengan memanfaatkan lahan-lahan yang menganggur, ataupun lahan sisa yang sering dianggap negative space untuk kota. Konsep urban farming ini telah banyak dilakukan beberapa kota besar dunia dan mendapatkan tanggapan yang positif dari masyarakat perkotaan. “Di Medan, komunitas ini dimulai dengan ajakan Hajar Suwantoro, dosen Arsitektur USU yang mengajak mahasiswanya untuk ikutan ngebun seperti yang dilakukan Indonesia Berkebun.” ujar salah seorang penggiat Medan Berkebun, Muhammad Fikri Ridho. Dengan merambah berbagai media sosial dan merangkul berbagai komunitas lain di Kota Medan, seperti komunitas Piknik Asik, blogger Medan hingga anak-anak SMA, maka ber-kumpul-lah mereka membeberkan rencana untuk membuat komunitas Medan Berkebun.

Medan Berkebun memulai aktivitas ngebun pertama kali pada akhir Oktober 2011 di lahan kosong Komplek Taman Setia Budi Indah, sebuah perumahan yang cukup elit di tengah Kota Medan. Di lahan seluas 300 meter persegi itu berkumpul anak muda Medan yang mau menjadi penggiat ataupun menjadi sahabat, yang terdiri dari mahasiswa Agroekoteknologi USU serta dari berbagai macam latar belakang dan pekerjaan. Di hari itu mereka berkotor-kotor dengan tanah karena membuat bedengan untuk sayur mayur (kangkung, sawi) dan juga menanam jagung. Hampir tiap bulan mereka memanen sayuran dan dibagi-bagi dengan sesama serta masyarakat sekitar. Untuk menjaga kebun, mereka gantian menjadi mandor untuk sekedar menyiram atau aktivitas perawatan tanaman lainnya..Saat saya menanyakan, mengapa memilih gerakan sosial dengan berkebun?, Fikri dengan lugas menyatakan. “Movement itu dimulai dari hal yang kecil dan bermanfaat bagi banyak orang. Kenapa tidak memulai dari sesuatu yang memang sudah mengakar di masyarakat?”.

Gambar 1. Tanam Perdana
Komunitas ini juga peka dengan isu nasional. Misalnya, ketika harga bawang naik Maret silam, mereka mendadakan kegiatan kreatif macam lomba menamam bawang merah yang diselenggarakan serentak di 27 kota lainnya yang memiliki gerakan berkebun juga. Terlebih, bawang merah sendiri sebenarnya komoditas unggulan di Sumatera Utara. Dalam lomba tanam bawang itu mereka mewajibkan tiap peserta memooto dan mengunggah foto bawang tanamannya ke laman jejaring sosial mereka, baik twitter maupun facebook. “Pada dasarnya tiap orang itu narsis kan” ceplos Fikri sambil tertawa. Melalui media sosial pula, menurut Fikri, banyak hal-hal unik dan berkesan yang dapat dibagikan kepada orang-orang dan membuat masyarakat tertarik untuk bergabung.

Tiga Misi, Tiga E
Sebagai komunitas, tentu Medan berkebun punya misi tersendiri. Mereka menyebutnya 3E, yaitu ekologi, edukasi dan ekonomi. Ekologi yang berarti Medan Berkebun mau mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan kosong menjadi lahan terbuka hijau. Lahan terbuka hijau berguna sebagai daerah resapan hujan, dan menjaga keseimbangan lingkungan. Namun ternyata kondisi Ruang Tata Hijau (RTH) Medan memprihatinkan. Tahukah kau kawan, RTH di Kota Medan luasnya tak lebih dari 5% dari luas Kota!. Padahal, menurut Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum, tiap kota harus menyediakan minimal 30% lahan RTH, yang terdiri dari 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat. Nah dengan adanya gerakan medan berkebun ini, diharapkan RTH Kota Medan jadi meningkat pula.

Gambar 2. School Farming di SMA Dharma Pancasila Medan
E kedua, yaitu Edukasi. Kegiatan-kegiatan Medan Berkebun diharap bisa memberikan membuat kegiatan school farming di SMA Dharma Pancasila Medan. Di sana mereka mengajari anak-anak SMA berkebun sederhana di halaman sekolah. Anak-anak SMA itu pula yang menjadi petugas piket untuk mengurus sayur mayur yang ditanam. Pun, cara berkebun yang dilakukan juga dengan cara fun. Nanti ketika masa panen tiba, mereka memanen beramai-ramai. Jadi selain untuk memanfaatkan lahan kosong, berkebun juga sebagai sarana rekreasi masyarakat. Berkebun bisa jadi alternatif untuk rehat, bukan cuma sekedar pergi ke mall, nonton ke bioskop dan sebagainya. “Berkebun juga salah satu cara meningkatkan happy index masyarakat Kota” tambah Fikri.

E yang terakhir, yaitu Ekonomi. Meski bukan prioritas utama, Komunitas ini berharap kegiatan yang mereka lakukan bisa menghasilkan keuntungan berupa uang. Walau hasil panen yang diperoleh masih sebatas dikonsumsi bersama, bukan tak mungkin kedepannya akan menghasilkan uang. Terlebih lagi, dengan ngebun ketahanan pangan dapat diciptakan. Ketahanan pangan yang dimulai dari tingkat keluarga, kemudian berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi yaitu masyarakat, penting diwujudkan, agar pangan masyarakat mandiri dan tidak tergantung impor. “Karena miris sebenarnya, negara kita negara agraris tapi apa-apa impor”, ujar Fikri.
Terkendala Penggerak
Layaknya komunitas lainnya, Medan Berkebun juga menemui kendala dalam pelaksanaannya sehari-hari. Salah satu kendalanya adalah penggerak Medan Berkebun yang masih terbatas jumlahnya. Saat ini jumlah penggiat-untuk mereka yang aktif ngebun- berjumlah 20 orang. Fikri bercerita mereka pernah mendapat tawaran untuk mengelola lahan, tetapi lahan tersebut terlalu luas. “Kadang waktu tanam dan panen saja yang ramai, sementara waktu masa pengawasan dan perawatan itu enggak ramai. Padahal untuk ¬maintain kebun perlu banyak orang” ujarnya.
Selain itu, tak sedikit pula yang masih memandang sepele kegiatan ngebun mereka. Ada yang menganggap misi penghijauan yang diusung mereka terlalu muluk-muluk dan itu merupakan tugasnya pemerintah, bukan masyarakat. Kemudian ada juga yang sepele karena jenis tanaman yang ditanam adalah sayur-sayuran, “Ngapain tanam sayur? Kan di pasar banyak” ujar Fikri mencontohkan sembari tertawa.
Tapi bukan berarti anggapan-anggapan tersebut menyurutkan niat mereka untuk tetap ngebun. “Inti dari Medan berkebun itu sebenarnya adalah menyebarkan kembali semangat untuk berkebun, karena berkebun banyak sekali manfaatnya” tegas Fikri. Banyak pula masyarakat yang sukarela meminjamkan lahan untuk ditanami atau memberikan donasi untuk mendukung kegiatan mereka. Ridho berharap, kedepannya Medan Berkebun bisa mengajak masyarakat agar bersama-sama menghijaukan Medan, dan menjaga ketahanan pangan masing masing rumah dengan cara sederhana, yaitu berkebun. Sebab menurutnya, di manapun masyarakat tetp bisaa ngebun. Memaksimalkan tiap lahan lahan yang kita punya, itu kuncinya. Bahkan halaman rumah yang kecil pun bisa dimanfaatkan untuk berkebun.
Lalu bagaimana caranya bergabung dengan Medan Berkebun?.“Kalau mau menjadi sahabat berkebun, silahkan datang ke event-event medan berkebun yang selalu kita bagi di media sosial. Medan berkebun terbuka untuk siapa saja” pungkas Fikri. Medan Berkebun adalah cara berkebun masyarakat kota yang mengedepankan konsep fun farming. Ngebun untuk senang-senang, tetapi menghasilkan manfaat yang juga tak kalah penting untuk penghijauan dan pangan. Eta Markobun, Lae!*
*Mari berkebun,Lae! (Lae, sebutan khas orang Batak yang maknanya seperti boi, saudara)

Teks oleh : Izzah Dienillah Saragih
@izzahdinilla
Foto-foto : Dokumentasi Kegiatan Medan Berkebun
Artikel Terkait:

Menyebarkan Virus Cinta Lingkungan Gaya Band Punk Bali

Budaya dan Kedaulatan Pangan di Festival Ningkam Haumeni

Artikel yang diterbitkan oleh