Kapolsek Mantangai memanggil Basri Bin Hendri dan Dirman, keduanya warga Desa Mantangai Hulu, Kecamatan Mantangai, Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah, melalui Surat Panggilan yang ditandatangani oleh penyidik Inspektur Polisi Satu Ricky Yuhanda untuk menghadap AIPDA Erwin Hidayat di Kapolsek Mantangai, pada Rabu, 14 Agustus 2013, jam 15.00.
Dalam Surat Panggilan disebut keduanya dipanggil sebagai saksi dalam perkara tindak pidana pengrusakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHPidana. Namun Basri dan Dirman menolak untuk hadir karena nama dan alamat dalam surat yang tidak jelas.
Diduga Surat Panggilan tersebut berhubungan dengan aksi protes warga di Desa Mantangai Hulu terhadap perusahaan perkebunan sawit PT. Handalan Usaha Perkasa (HUP), yang merampas tanah-tanah masyarakat di daerah Sei Hambiye dan Sei Jangkit, Desa Mentangai Hulu. Perusahaan HUP juga telah menanam tanah bekas ladang dan kebun masyarakat dengan bibit pohon sawit tanpa diketahui oleh warga. Pemerintah Desa Mantangai pun tidak pernah menyampaikan rencana perusahaan tersebut.
Beberapa hari yang lalu, tanggal 7 dan 12 Agustus 2013, puluhan warga di Desa Mantangai yang memiliki lahan danhandil, melakukan aksi pencabutan puluhan tanaman bibit sawit PT. Handalan Usaha Perkasa yang ditanam dilahan kebun dan bekas ladang milik warga. Lalu warga menanam ratusan bibit pohon karet di lahan tersebut.
“Aksi ini sebagai bentuk protes kami atas kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan sawit PT. Handalan Usaha Perkasa, yang merampas tanah kami dan menanam tanpa persetujuan dari masyarakat pemilik lahan”, ungkap Noerhadi Karben, tokoh petani setempat. Aksi protes secara oral juga sudah dilakukan oleh warga yang disampaikan kepada pejabat pemerintah di Kabupaten Kapuas, tetapi belum ada tanggapan.
Surat Panggilan Polsek Mantangai dianggap upaya perusahaan untuk mengkriminalkan para kaum tani yang ingin mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak hidupnya dengan menggunakan alat-alat hukum negara dan kepolisian. “Agar petani bungkam dan tidak melakukan protes lagi terhadap perusahaan”, ungkap Rio, Direktur Walhi Kalteng, yang sedang menyiapkan pendampingan hukum kepada petani Mantangai bersama organisasi masyarakat sipil lainnya di Kapuas, Palangkaraya dan Jakarta.
Ari Nursasongko, Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan, BPN Kapuas, yang dihubungi melalui telepon genggamnya menjelaskan perusahaan PT. Handalan Usaha Perkasa belum mempunyai izin. Menurutnya, ada 31 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas, sebagian besar masih berupa izin arahan lokasi, izin lokasi dan hanya sedikit yang mempunyai HGU dan Izin Usaha Perkebunan, akan tetapi perusahaan telah melakukan kegiatan penanaman dan beroperasi di kawasan hutan lindung dan pinggir daerah aliran sungai. Kebanyakan perusahaan perkebunan melanggar peraturan perundang-undangan dan tidak aktif beroperasi.
Perlawanan Petani Mantangai Hulu
Sudah semenjak tahun 2011, operator perusahaan PT. Handalan Usaha Perkasa mendatangi, merayu, memberikan janji dan bahkan menekan warga di Desa Mantangai Hulu, Kecamatan Mantangai, Kapuas, untuk menyerahkan lahan yang akan diolah menjadi perkebunan sawit, tetapi warga menolak dengan alasan akan menggunakan lahan di maksud untuk kepentingan sendiri.
Perusahaan jugatidak pernah melakukan sosialisasi secara terbuka dan bermusyawarah dengan warga. Perusahaan tidak pernah memberikan informasi terkait dengan rencana usaha mereka, AMDAL, izin usaha dan izin lokasi, sehingga warga meragukan kemampuan dan kejujuran perusahaan yang dapat merugikan warga.
Pada tahun 2012, warga melakukan perlawanan terbuka terhadap perusahaan PT. Handalan Usaha Perkasa dengan melakukan penanaman karet, perluasan lahan kebun palawija dan ladang padi pada lahan-lahan yang di klaim oleh perusahaan. Warga juga melakukan pemetaan dan mengupayakan legalitas adat melalui SKTA(Surat Keterangan Tanah Adat) yang dilegalisir oleh Mantir Adat Mantangai Hulu seluas 170 ha.
Pada tanggal 6 Agustus 2013, Petani di Desa Mantangai yang mempunyai lahan kebun, ladang dan usaha tani di daerah Hulu Sei Hambiye dan Sei Jangkit melakukan rapat untuk aksi pengembalian tanah yang dirampas oleh HUP, yang berada di lahan Sei Hambiye dan Sei Jangkit, utamanya di lokasi BLOK 1, sekitar 2 kilometer di utara DAS Kapuas.
Peserta rapat sebanyak 50 orang menyepakati untuk melakukan aksi pengembalian tanah yang akan dilakukan pada Rabu, 7 Agustus 2013. Aksi ini berupa aksi simbolik, yakni melakukan pencabutan bibit sawit HUP yang diperkirakan baru saja ditanam (sekitar 3 bulan) di tanah warga dan dikumpulkan disatu tempat tanpa merusak, lalu menanam karet milik masyarakat diatas tanah dimaksud, sebagai tanda protes penolakan terhadap perusahaan dan dikuasai kembali oleh masyarakat.
Rabu pagi, 7 Agustus 2013, sebanyak 35 orang warga Desa Mantangai Hulu melakukan aksi mencabut bibit kelapa sawit yang ditanam diatas lahan mereka tanpa persetujuan masyarakat. Ada sekitar 35 bibit pohon sawit yang berusia sekitar tiga bulan dicabut dan disingkirkan keluar batas lahan di Blok 1 Sei Hambiye dan Sei Jangkit. Diatas lahan tersebut diganti dengan tanaman pohon karet sebanyak lebih dari 100 pohon.
Aksi terus berlanjut pada Senin, 12 Agustus 2013, sebanyak 75 orang warga Desa Mantangai Hulu kembali mendatangi lahan mereka di Sei Hambiya dan Sei Jangkit untuk merintis dan memperjelas tanah milik warga yang sudah ditanami bibit sawit oleh perusahaan HUP dan menanam rintisan dengan bibit karet milik masyarakat.