Insentif dan Disinsentif Lahan Gambut dalam Mereduksi Emisi Karbon

Copyrights ICCC - Pelalawan

Indonesia perlu mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif dalam upaya pengurangan emisi GRK dari lahan gambut menuju pengelolaan lahan gambutberkelanjutan.

Indonesia Climate Change Center (ICCC) melalui International Indonesia Peatland Conversation (IIPC) 2013 telah merumuskan 6 komponen penting untuk mewujudkan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, yakni: 1) Perlindungan terhadap hutan gambut yang masih utuh; 2) Restorasi lahan gambut yang telah terdegradasi dan kering (drained); 3) Pencegahan terjadinya kebakaran hutan gambut; 4) Pembatasan konsesi tanaman pada lahan gambut; 5) Pengurangan emisi dari tegakan yang ada; 6) Peningkatan kesadaran terhadap pentingnya lahan gambut dan pengembangan kapasitas. Salah satu metode untuk mendukung pengelolaan lahan gambut berkelanjutan adalah menerapkan mekanisme insentif dan disinsentif.

Dari beberapa Focus Group Discussion yang telah dilakukan oleh ICCC, yang melibatkan kementerian, lembaga, dan para pakar gambut dari universitas, jenis-jenis insentif yang direkomendasikan adalah insentif fiskal dan non-fiskal. Dukungan instrumen perpajakan dalam kerangka pemikiran insentif fiskal didasari oleh pertimbangan internal dan eksternal. Pertimbangan internal meliputi: 1) Strategi pengembangan ekonomi dan sektor; 2) Kepentingan pembangunan regional; 3) Tujuan insentif; 4) Efek ganda; dan 5) Sinkronisasi dengan kebijakan-kebijakan lain yang terkait. Pertimbangan eskternal mencakup: 1) Praktik terbaik internasional; 2) Intensitas daya saing; dan 3) Komitmen internasional.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut disusun prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan pola umum insentif pajak, yakni:

– Perlakuan yang sama dan netralitas taksasi;
– Dampak ekonomi (cost-benefit analysis);
– Efisiensi administratif; dan
– Efisien dan efektif.

Sedangkan yang dimaksud sebagai non-fiskal adalah kompensasi yang meliputi restorasi, pertukaran lahan, subsidi silang, kemudahan prosedur perizinan, akses ke komunitas, penghargaan, kepemilikan saham, provisi infrastruktur, sertifikat (ekolabel, Sustainable Forest Management, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), publikasi dan iklan.

Kebijakan fiskal insentif dan disinsentif dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu: 1) Penerimaan; 2) Belanja; dan 3) Pembiayaan. Dari sisi penerimaan yakni misalnya dengan memberikan keringanan pajak atau pengenaan pajak, sedangkan dari sisi belanja pemberian insentif dapat diberikan dengan PPN DTP (pajak ditanggung pemerintah), dan dari sisi pembiayaan dengan penyediaan suku bunga pinjaman non-komersial.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian insentif dan disinsentif lahan gambut, yaitu melanjutkan penyusunan indikator-indikator kriteria dan insentif yang berbeda-beda. Ada 3 jenis insentif yang berbeda, yakni; 1) Insentif berbasis input yang diterapkan pada rencana mereduksi emisi di masa depan; 2) Insentif berbasis output untuk mendorong pemerintah daerah melakukan review RTRW berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); dan 3) Insentif berbasis kinerja, yaitu mengukur kinerja dalam penurunan emisi karbon.

Pemberian insentif dan disinsentif lingkungan hidup dapat juga diberikan dalam bentuk pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan, pengembangan sistem lembaga keuangan, pasar modal dan perdagangan, dan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup.

Semua usulan-usulan ini perlu ditindaklanjuti untuk dapat mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif paling tepat untuk mendukung upaya pengurangan emisi GRK dari lahan gambut dan mewujudkan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. (*)

Informasi lebih lanjut: [email protected] atau kunjungi www.iccc-network.net

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,