Sebagian besar wilayah hutan alam gambut di Indonesia telah dialihfungsikan menjadi hutan produksi, hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit, maupun lahan pertanian. Dengan terjadinya alih fungsi yang biasanya diikuti dengan pembukaan kanal-kanal, maka karbon yang diserap lahan gambut lebih kecil dari pada yang dilepaskan. Penyerapan karbon yang tidak maksimal ini diperparah dengan kebakaran lahan gambut dan drainase, dan ini merupakan sumber emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar.
Drainase bersumber dari konversi hutan gambut untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, dan prasarana. Degradasi, yakni penurunan kualitas hutan gambut disebabkan antara lain oleh penebangan liar, penebangan yang berlebihan, ladang berpindah dan perambahan. Terjadinya deforestasi dan degradasi pada hutan dan lahan gambut mengakibatkan terjadinya peningkatan sumber emisi, sedangkan reforestasi dan kegiatan penanaman lainnya dapat meningkatkan simpanan atau serapan karbon. Kegiatan inventarisasi GRK pada hutan dan lahan gambut adalah penting untuk mengetahui jumlah total emisi. Dengan mengetahui jumlah total emisi tersebut, maka akan dapat ditentukan jumlah pengurangan emisinya melalui pemahaman tentang apa yang terjadi pada ekosistem lahan gambut tersebut.
Indonesia Climate Change Center(ICCC) telah melakukan diskusi panel (FGD) terkait dengan inventarisasi GRK pada lahan gambut. Diskusi ini dihadiri oleh para pakar gambut dari universitas dan lembaga penelitian, beberapa kementerian dan lembaga terkait, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hasil dari FGD tersebut menyimpulkan bahwa terkait dengan inventarisasi GRK pada hutan dan lahan gambut, maka komponen-komponen yang harus diukur meliputi: 1) Jumlah karbon yang tersimpan dalam ekosistem lahan gambut; 2) Jumlah karbon yang hilang akibat deforestasi dan degradasi hutan gambut; dan 3) Jumlah karbon yang terakumulasi akibat pertumbuhan hutan, regenerasi, reforestasi, dan aforestasi pada lahan gambut.
Seperti kita ketahui bahwa lahan gambut berkaitan dengan alam yang dinamis, sehingga yang menjadi faktor penting dalam kegiatan inventarisasi GRK adalah bagaimana agar pengukuran dinamika dapat dilakukan pada lahan gambut. Untuk itu, maka harus diketahui metodologi yang tepat dan dapat diterapkan, serta prosedur pengukuran secara tepat, berkala, dan berkelanjutan pada tiap titik pengamatan.
Metodologi monitoring adalah penting untuk diterapkan guna menyediakan data informasi yang terkait dengan: 1) Degradasi hutan gambut (gangguan kelas): definisi, threshold, metode analisis; 2) Kesenjangan pada penilaian stok karbon untuk masing-masing kelas biomassa (termasuk biomassa di bawah tanah, sampah, runtuhan, dan tanah); 3) Pertumbuhan dan perubahan biomassa pada lokasi yang spesifik; 4) Pemodelan emisi, misalnya dampak kebakaran, penebangan, dan praktik-praktik pengelolaan pada hutan atau lahan gambut, apakah jangka pendek atau jangka panjang; dan 5) Penurunan lahan gambut.
Terkait dengan upaya-upaya untuk mengurangi emisi karbon pada lahan gambut di Indonesia, masalah yang dihadapi adalah belum tersedianya data yang akurat dan berkesinambungan mengenai jumlah emisi karbon pada lahan gambut yang dihasilkan pada suatu waktu tertentu. Selain itu, selama ini terdapat perbedaan hasil-hasil penelitian mengenai stok karbon yang disebabkan oleh penggunaan metodologi dan terminologi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk kepentingan nasional dalam mendukung kebijakan terkait upaya pengurangan emisi karbon dari lahan gambut, harus dapat dirumuskan satu definisi, terminologi baku, dan metodologi baku agar hasil pengumpulan data dapat diperbandingkan satu sama lain. (*)