Bagi masyarakat Kabupaten Ketapang, pasti sudah tidak asing lagi dengan wilayah Batu Daya atau di sebut juga dengan Bukit Onta. Saat ini, Batu Daya yang keberadaannya saat ini dalam ancaman nyata, terbukti dengan terjadinya penangkapan paksa terhadap Kades Batu Daya dan ke empat tokoh masyarakat, di Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Kalbar, Senin kemarin (5/5/2014).
Penangkapan paksa tersebut menjadi sebuah pertanyaan mendasar, apa yang terjadi sesungguhnya?.
Berdasarkan kronologis kejadian penangkapan paksa terhadap Bethlyawan (Kades Batu Daya), Yohanes Singkul (Ketua BPD) Ayun, Sintu dan Jorbin, Senin Kemarin (5/5), mereka berlima memperjuangkan hak ulayat dan hutan lindung yang di rampas atau diambil paksa oleh PT. Surya Mukti Perkasa (PT. SMP) yang sekarang berubah nama menjadi PT. Surya Damai (PT. SD), berdasarkan keterangan sumber; Adon, salah seorang tokoh pemuda masyarakat Desa Batu Daya yang juga menjadi saksi mata saat kejadian tersebut berlangsung.
Wilayah Batu Daya yang letaknya di Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Kalbar. Wilayah ini merupakan wilayah yang di kelilingi oleh konsesi perkebunan sawit. Wilayah tersebut merupakan wilayah yang kaya akan SDA, Potensi Wisata dengan Pemandangan Batu Daya atau ada yang menyebut bukit Onta. Kawasan ini juga masuk dalam kawasan lindung dan beberapa diantaranya adalah kebun masyarakat berupa kebun karet dan tanah adat yang luasnya 1.088,33 hektare. Atas dasar itu, masyarakat mempertahankan wilayah tersebut.
Atas penangkapan terhadap kades dan dua tokoh masyarakat dan dua warga masyarakat di Desa Batu Daya tersebut, hari ini (6/5), beberapa elemen masyarakat yang terdiri dari beberapa lembaga, tokoh masyarakat Simpang, Himpunan Mahasiswa Pelajar Pemuda Dayak Ketapang (HMPPDK), LBBT, Perhimpunan Pancur Kasih, LingkAR Borneo, AMAN Kalbar, perwakilan dari Pengacara seperti Sulistiono, Yonas, Agata dan Wahyudi dari Gerakan Lembaga Hukum Borneo dan Walhi yang ada di Pontianak berkumpul di kantor Walhi Kalbar untuk membahas langkah apa yang harus diambil. Menurut informasi dari Dima, salah seorang mahasiswa yang menghadiri pertemuan tersebut mengatakan; seluruh elemen masyarakat berkumpul untuk solidaritas dukungan kepada Kades dan tokoh masyarakat yang di tangkap.
Dalam pertemuan tersebut, beberapa kesepakatan antara lain adalah mendesak agar Polda Kalbar membebaskan Kades dan tokoh masyarakat serta masyarakat yang di tangkap. Selain itu juga, meminta kasus tersebut untuk diselesaikan secepatnya tanpa merugikan masyarakat desa Batu Daya.
Atas kejadian tersebut, beberapa aktivis lingkungan menyayangkan atas kejadian tersebut. Tomo, salah satu negosiator dan aktivis lingkungan bersama rekan-rekan di Pontianak meminta agar dari pihak Polda untuk membebaskan Kades dan lima masyarakat yang di tahan. Selain itu, meminta agar Perusahaan bisa menyelesaikan sengketa tersebut.
Sedangkan Wendy, aktivis lingkungan di Ketapang mengatakan, ini adalah dampak dari penunjukkan perubahan status kawasan oleh pemerintah yang membuka ruang sebesar-besarnya bagi konsesi areal perusahaan yang ujung-ujungnya mengambil lahan petani. Wendy juga menambahkan, pola industri yang di bangun oleh perusahaan saat ini menjanjikan kesejahteraan tapi bukan kedamaian bagi masyarakat yang tinggal di areal konsesi perusahaan.
Hal senada juga dinyatakan oleh Abdurahman Al Qadrie, dari Kawan Burung Ketapang (KBK) yang mengatakan; investasi sejatinya harus singkron dengan kebutuhan masyarakat banyak dengan tetap memperhatikan dari sisi dampak lingkungan dan kemanusiaan.
Tidak berhenti sampai disitu, kejadian ini juga mendapat sorotan dan dukungan dari Aliansi Komite Perjuangan Rakyat (KPR) dan Komunitas TANAM (Mata Air Tanpa Air Mata) di Kalimantan Timur yang akan mengadakan aksi solidaritas pada (8/5), lusa. Hal ini disampaikan langsung oleh koordinator rencana aksi, Yakub Anani.
Menurut informasi, rabu pagi (7/5), Kades dan kedua tokoh masyarakat telah dibebaskan oleh pihak Polda, sementara dua rekan mereka belum bisa bebas.Yang menjadi pertanyaan masyarakat, kenapa mereka tidak/belum bisa bebas semua?.
Rabu (7/5), rencananya Adon, Mardi dan Muspika bersama masyarakat Desa Batu Daya akan berangkat ke Ketapang untuk menemui Bupati guna menyelesaikan masalah ini. Selain itu, beberapa orang diantaranya Marko dan Apin yang akan didampingi oleh Jurkarnaen selaku Babinsa Simpang Dua. Hari ini (7/5), diadakan pertemuan dengan pihak Pemerintah Kabupaten. Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah daerah dalam hal ini Bupati akan meninjau/datang ke daerah yang di maksud dalam kurun waktu paling lama 1 minggu kedepan. Sementara itu, dari pihak masyarakat menginginkan agar persoalan ini cepat diselesaikan.
Penangkapan paksa terhadap Kades dan beberapa tokoh masyarakat Batu Daya menjadikan sebuah pelajaran berharga bagi kita semua, semoga saja persoalan ini segera diselesaikan, tidak terulang dan tidak berdampak buruk pada nasib masyarakat banyak. Semoga…
By : Petrus Kanisius “Pit”