3 EXCAVATOR MILIK PT.MPT TAHAN MASYARAKAT

Lhokseumawe, 10 November 2014. Ratusan warga yang dari 3 kecamatan yang berada dalam DAS Kr. Kreto yaitu Kecamatan Matang Kuli, Lhoksukon dan Cot Girek mendatangi lokasi areal kerja IUPHHK-HT PT. Mandum Payah Tamita (PT.MPT) pagi tadi pukul 9.30 wib. Pimpinan Aksi, Tgk. Nurdin membawa orang warga masyarakat sempat dihadang pihak keamanan yang dipimpin oleh Kasat Intel, IPTU Ketut Sujana dari Polres Aceh Utara dan anggota Koramil Cot Girek. Dalam aksi tersebut pihak keamanan dari Polres menegaskan bahwa aksi demo ini belum melengkapi proses administrasi izin aksi dan demontrasi ke pihak kepolisian setempat.

Menanggapi hal tersebut, Tgk Nurdin yang di dampingi Bpk Asraf tokoh masyarakat Lhoksukon dan Bpk Samsul Tokoh Cot Girek mencoba menjelaskan bahwa surat pemberitahuan sudah disampaikan pada Sabtu (8/11) sore, dan sudah diterima piket Polres Aceh Utara. Dalam debat tersebut, pihak kepolisian menjelaskan prosedur pengajuan surat harus disampaikan 3 hari sebelum pelaksanaan aksi. Dan pihak polres berharap masyarakat sebaiknya melakukan dan menempuh jalur diplomasi dengan pertemuan dengan semua pihak yang berkepentingan dalam permasalah ini, dari pada harus mengerahkan masa yang dapat menimbulkan tindakan anarkis.

Menanggapi arahan pihak kepolisian, dan juga pihak kemanan mendengarkan penjelasan dari pimpinan aksi terkait proses birokrasi dan diplomasi yang sudah dijalankan akan tetapi belum menemukan penyelesaian akhirnya terjadi kesepakatan untuk memfasilitasi pertemuan masyarakat dengan pihak perusahaan. Dari pihak perusahaan diwakili oleh Tgk. Meulaboh sebagai kepala pengamanan areal perusahaan. Dari pihak aksi diwakili oleh Tgk. Daud, Tgk. Nurdin, Bpk. Asraf dan Bpk. Samsul serta dari pihak LSM SILFA diwakili oleh Hafri Husaini. AMD dan Karimuddin. S.Sy. Hasil keputusan pertemuan tersebut tidak menemukan titik temu karena dari pihak perusahan tidak dapat mengambil kebijakan karena bukan dari pihak manejerial perusahaan PT.MPT.

Hingga sore hari pukul 16.00 wib, akhirnya warga memutuskan menahan alat berat milik perusahaan PT.MPT sampai batas penerimaan tuntutan masyarakat dipenuhi oleh Pemerintah dan Pihak Perusahaan. Dari mulai aksi hingga ditahan nya alat berat milik perusahaan pihak keamanan terus mendampingi masyarakat dan perusahaan agar berjalan tertib aman dan damai yang dilakukan baik dari Polres maupun dari pihak Koramil Cot Girek. Setelah berhasil menurunkan 3 Unit alat berat Jenis Eksavator/Beco disita secara resmi oleh masyarakat. Baru pihak Perusahaan meminta dan mencatat secara resmi tuntan masyarakat agar diserahkan kepada pihak pimpinan perusahaan.

Tuntutan Warga diserahkan oleh Tgk Nurdin yang isi tuntutan tersebut adalah :

“ Cabut Izin dan Tutup Aktifitas PT. Mandum Payah Tamita di Kawasan Hutan Lindung Cut Mutia , Bate Ule Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara”

Hanya satu itu saja tuntutan kami kepada pemerintah dan perusahaan karena aksi ini kami lakukan setelah serangkaian penyampaian aspirasi secara diplomasi yang sudah kami lakukan yang didampingi bersama LSM SILFA ke Dishutbun Aceh Utara dan Bupati Aceh Utara yang hingga saat ini belum menunjukan hasil apapun terhadap harapan yang sudah kami sampaikan secara diplomasi dan birokrasi.

Tindakan ini kami lakukan atas dasar kami adalah warga negara yang menerima dampak dari :

  1. Kegiatan PT MPT dipucuk hulu DAS Kr. Kreto dan DAS Kr. Jambo Aye menjadi kekhawatiran utama masyarakat dan tokoh di Lhoksukon dan Cot Girek. Bila dulu 5 (lima) tahun sekali kami mengalami banjir kiriman. Kini kami mengalami 2 – 3 kali banjir kiriman dalam 1 tahun seperti yang terjadi pada tahun sebelum nya. Kami lelah dan terus menjadi korban akibat rusak nya kawasan hutan di hulu sungai Kr Kreto, maka kami menerima banjir yang berakibat bukan hanya Cot Girek dan Lhoksukon akan tetapi

Kec. Matang Kuli juga mengalami banjir yang sama.

1.1. Dampak lain yang kami terima adalah korban harta dan benda bahkan nyawa yang mengacam nasib kami ke depan. Perhatian pemerintah terhadap kami penerima dampak banjir sangat kurang kami rasakan baik perbaikan sarana tanggung sungai maupun kompensasi terhadap para korban sangat kecil kami rasakan. Kini ditambah datang nya PT. Mandum Payah Tamita yang persis wilayah konsesi berada dihulu DAS Kr. Kreto.

1.2. Sebagai warga negara Indonesia kami berhak menyampaikan aspirasi karena semua dilindungi oleh perundangan khususnya UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara rinci disebutkan dalam Pasal 65, ayat (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia, (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

1.3. Dan secara tegas disebutkan dalam Pasal 66, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Hal ini didasari oleh pasal Pasal 67, “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.”

1.4. Serta diperkuat dalam pasal 70. Ayat (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan ayat (2) Peran masyarakat dapat berupa:

a. pengawasan sosial;

b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau

c. penyampaian informasi dan/atau laporan.

1.5. Dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM, menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

1.6. Dijelaskan dalam Pasal 9 ; (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

1.7. Pasal 64, Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

  1. Keberadaan Hutan Lindung (HL) Cut Mutia ditengah-tengah areal konsesi dan dalam kawasan PT. MPT sangat mengkhawatirkan kami, karena tidak ada penempatan petugas Pengaman Hutan dalam menjaga kemungkinan kalau PT MPT tidak merambah kedalam kawasan hutan Lindung yang menjadi pucuk atau hulu DAS Kr. Kreto.
  2. Kami berusaha melindungi sejarah bangsa ini, yaitu sebuah nilai cagar budaya terhadap situs sejarah bangsa Indonesia terletak dalam kawasan PT MPT yaitu makan Pahlawan Nasional Tgk. Cut Mutia yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia juga masyarakat Aceh pada Khususnya. Kalau bukan kita yang menjaga warisan sejarah tersebut siapa lagi mau diharapkan, sementara pemerintah yang menjalankan amanat rakyat dan Undang-Undang justru menghancurkan situs budaya bangsa kita dengan memberi izin kepada pihak asing (Malaysia) untuk menghancurkan hutan kami dan situs budaya dan sejarah bangsa Indonesia.
  3. Kehadiran Pihak Perusahaan asing yang bertopeng pengusaha lokal ini, tela mengganggu aktifitas warga sekitar hutan yang ketergantungan hidup mereka dengan kawasan hutan Lindung Cut Mutia. Hilangnya mata pencaharian masyarakat seperti Jerenang, Rotan dan pencarian lebah Madu. Hal yang lain adalah dimana masyarakat juga ada menjadi pemandu wisata budaya ke Makam Pahlawan Nasional Tgk. Cut Mutia dan Kawasan Pusat Konservasi Gajah Cut Mutia sebagai CRU penangangan penanggulangan konflik gajah liar yang kerap terjadi diwilayah Cot Girek dan Langkahan.
  4. Setelah adanya CRU dan ditempatkan Gajah Pengahalu disini, kini intensitas konflik telah berkurang dari sebelumnya kami mengalami ganguan konflik gajah liar setahun bisa mencapai 2 kali yang mengakibatkan rusaknya tanaman perkebunan dan pertanian kami dan kerugian harta karena gagal panen yang kami alami akibat ganggua satwa liar. Bukan hanya berkurang, kami juga menjadi tempat kunjungan wisata lokal yang dapat membantu penghidupan warga sekitar yang mengujungi CRU ke tempat kami. Dengan kehadiran perusahan ini sangat mengganggu proses yang sudah berjalan dengan baik.
  5. Pihak PT MPT yang dengan sengaja merusak papan pengumuman dan larangan serta patok batas yang dibangun oleh pemerintah Aceh pada tahun 2011 yang dibangun dengan anggaran ABPD Provinsi Aceh. Menurut RTWR Aceh Utara dan juga RTRW Provinsi Aceh sesuai dengan Hasil kerja Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) dengan PAGU Mata Anggaran ditempatkan di BLH Provinsi Aceh yang pada saat itu dikepalai oleh Ir. Husaini Syamaun (kini menjabat Kadishut Aceh) sendiri menepatkan kawasan Pusat Konservasi Gajah Cut Mutia Seluas 900 Ha diatas kawasan PT. MPT. Kawasan CRU Gajah ini telah dilakukan tata batas dan patok batas dari patok 1 s.d. patok 30 semua dokumen patok ada dalam dokumen foto yang telah diterima BLH Aceh pada saat Desember 2011 lalu.

6.1. Menurut UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, Pasal 69 dijelaskan bahwa yang tidak menaati tata ruang maka akan dikenakan Pidana hingga 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp. 1,5 Milyar. Maka pihak PT MPT bersalah atas nama hukum yang dengan sengaja merusak papan pengumuman dan larangan serta patok batas yang dibangun oleh pemerintah Aceh pada tahun 2011.

  1. Kehadiran perusahaan pemodal asing ini berdampak, PT. MPT sedang menciptakan konflik antara perusahaan dengan Masyarakat. Scenario terlihat saat Beco mereka terbakar dan perusahaan menuduh masyarkat yang melakukan pembakaran alat berat mereka tanpa ada bukti dan alat bukti yang kuat berdasarkan hukum. Menurut beberapa warga disekitar PT. MPT bahwa tidak ada satu pun yang terlibat masyarakat dalam pembakaran alat berat mereka. Justru masyarakat mengclaim bahwa Pihak PT MPT lah yang membakar sendiri alat berat mereka yang telah rusak tersebut. Akibat pembakaran tersebut, pihak perusahaan memanaskan suhu komunikasi dengan warga sekitar kawasan PT tersebut dengan menangkap seorang pembalak liar yang menurut pihak perusahaan dicuri dari dalam kawasan mereka. Sementara masyarkat tersebut belum tentu mengambil kayu dalam lahan mereka, kecuali telah ada pembuktian hukum seperti uji balak dan penyidikan oleh hukum dari pihak kepolisian. Karena dalam areal tersebut bukan hanya areal milik perusahaan akan tetapi juga ada areal Hutan Lindung Cut Mutia.
  2. Bukan nya mengurangi dampak pengangguran dengan hadirnya investasi didaerah kami, Justru pihak PT MPT memakai tenaga kerja asing dari Malaysia dan tidak mengakomodir tenaga kerja lokal dari masyarakat sekitar kawasan PT MPT. Mereka menggunakan tenaga luar daerah dan bukan dari lokal setempat sebagai staff dan manajemen perusahaan.
  3. Kami melihat hasil yang telah kami lakukan sebelum aksi hari ini pasca setelah berjumpa dengan Bupati Aceh Utara dan sebelumnya juga menjumpai Kadishut dan Tokoh Masyarakat, tidak memberikan hasil yang tegas dan maksimal dari Pemerintah Aceh Utara.

9.1. Disini jelas peran pemerintah yang telah kami beri amanat langsung saat pemilihan kepada daerah waktu pilkada ternyata lemah sekali dalam mengadapi sebuah PT.MPT, padahal sudah jelas dalam mandat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan dalam Pasal 71, ayat (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ayat (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta dalam Pasal 72, “Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.

  1. 10. Sebagai warga negara Indonesia kami penerima dampak, berhak menyampaikan aspirasi karena semua dilindungi UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara rinci disebutkan dalam Pasal 65, ayat (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia, (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

10.1. Dan secara tegas disebutkan dalam Pasal 66, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Hal ini didasari oleh pasal Pasal 67, “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.” Serta diperkuat dalam pasal 70, (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (2) Peran masyarakat dapat berupa; a. pengawasan sosial; b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau c. penyampaian informasi dan/atau laporan.

Demikianlah rilis ini kami buat, atas segala perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Artikel yang diterbitkan oleh