, ,

Kala Tim Gabungan Menyelamatkan Paus Biru di Teluk Waienga, Kabupaten Lembata, NTT

Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur langsung memantau laporan dari masyarakat di Perairan Pantai/Perangiran Dangkal Desa Watodiri, Teluk Waienga, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur pada Minggu, tanggal 19 Oktober 2014 lalu. Ada Lima ekor Paus Biru terperangkap di perairan pantai Teluk Waienga.

 

“Setiap tahun ada satu – dua ekor Paus yang masuk ke Teluk Waienga. Akan tetapi baru pertama kali ada sampai lima ekor Paus yang masuk ke teluk, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lambeta, Athanasius Aur Amuntoda.

Christian P Holeng atau yang akrab disapa Tian dari WWF Indonesia langsung turun ke lapangan pada Senin, 20 Oktober 2014 . Ia ingin memastikan kebenaran informasi tersebut. Ia juga memantau keadaan Paus Biru. Tian lalu membuat laporan kepada Joni T Wibowo selaku Leader Project WWF Indonesia di Kupang dan meneruskannya forum/grup Marine Mamals. Grup tersebut bergabung semua instansi dan organisasi yang sangat peduli kelangsungan dan keselamatan mamalia laut.

Berdasarkan laporan kronologis Paus Biru yang saya terima oleh Marine Mamals Rescue Team, pada Selasa, 21 Oktober 2014, informasi terus disebarkan kepada semua pihak yang berwenang akan wilayah serta berkompeten dalam penanganan mamalia laut, begitu pun juga dengan pihak – pihak lokal yang sekiranya bisa berperan di lapangan dalam usaha penyelamatan Paus. Ada juga yang menggali informasi tentang hubungan kepercayaan masyarakat setempat dengan kejadian Paus yang terjebak di Teluk Waienga.

Penggiringan Paus Biru dilakukan oleh personil dari PT. Cendana Indo Pear (CIP) pada sore hari , namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil , selain kurangnya armad, minimnya pengetahuan tehnik penggiringan menjadi faktornya.

Upaya Tim Gabungan menarik bangkai Paus Biru ke daratan. Photo by JAAN.jpg
Upaya Tim Gabungan menarik bangkai Paus Biru ke daratan. Photo by JAAN.jpg

 

Amank Raga, dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) tiba di Lembata, Rabu 22 Oktober 2014. Ia langsung bergabung dengan tim gabungan dan relawan yang lebih dahulu ada dilokasi. Saat bersamaan Wakil Bupati Lembata Victor Mado Watun , Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata Anthanasius Aur Amuntoda , Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lembata Longginus Lega dan Kepala Pos TNI Angkatan Laut Lembata Sersan Satu Haris Setiawan juga ada di lokasi.

Ada juga relawan dari Pecinta Alam Gempita Lembata beserta ketua umumnya Paulus Igo, Andreas Wahyu pesepeda keliling Indonesia dari Jakarta, Zainal Abidin dari BPSPL Denpasar, perwakilan dari PT. Cendana Indo Pears serta Mark kapten kapal pesiar Seven Seas bergabung di lokasi untuk melakukan koordinasi pelaksanaan aksi penggiringan Paus Biru ke pintu keluar palung Teluk Waienga menuju laut lepas.

“Strategi disusun, armada dan personil dikumpulkan. Briefing lapangan pun dilakukan. Sebelumnya tim melakukan pengamatan lapangan serta kondisi Paus Biru sebelum dilakukan eksekusi evakuasi,” kata Joni T Wibowo.

Sebelumnya, pada 20 Oktober 2014 dini hari atau 21 Oktober 2014 tengah malam, tiga dari lima ekor Paus Biru terperangkap di cekungan yang agak dalam yang disebut masyarakat Desa Watodiri sebagai Palung sekitar 100 meter dari garis pantai. Sementara dua Paus Biru berada di luar palung perairan pantai.

“Satu ekor Paus Biru dengan ukuran panjang tubuh 20,90 meter dan lingkar tubuh 8,80 meter ditemukan mati. Paus yang mati ini adalah Paus muda berjenis kelamin jantan dengan bobot yang diperkirakan mencapai 4,5 ton,” kata Amank Raga ketika saya hubungi.

Pada 22 Oktober 2014, tim sepakat untuk menyelamatkan empat ekor Paus Biru yang masih hidup dengan cara menggiring menggunakan perahu-perahu kecil yang ada, mulai dari speed boat, sampan, dan kano yang jumlah totalnya adalah 13 buah. Penggiringan memakan waktu hampir dua jam membuahkan hasil. Dua ekor Paus berhasil digiring keluar palung dan dikawal hingga keluar teluk sejauh lebih dari 3 mil ketengah laut.

Upaya tim gabungan menyelamatkan Paus Biru di Teluk Waienga, Kab Lembata, NTT. Photo by JAAN
Upaya tim gabungan menyelamatkan Paus Biru di Teluk Waienga, Kab Lembata, NTT. Photo by JAAN

Upaya melakukan penggiringan sempat menemui kendala, masyarakat adat dari dua Desa, yakni Desa Watodiri dan Desa Tadonara justru meminta agar tim mendahulukan penarikan bangkai Paus ke darat agar mereka bisa memanfaatkan dagingnya. Hal tersebut juga memicu konflik, keduanya saling ngotot mengklaim bahwa salah satu dari merekalah yang berhak memanfaatkan bangkai Paus tersebut.

Mediasi dilakukan oleh Pemda dan instansi pemerintah terkait dengan masyarakat adat kedua desa, dan tim bisa melanjutkan upaya penyelamatan Paus yang masih hidup. Kesepakatan dari dua desa tersebut yakni keesokan harinya armada yang ada membantu proses pengangkutan bangkai Paus Biru ke daratan.

Kamis, 23 Oktober 2014, tim kembali ke lokasi di Teluk Waienga. Kekuatan armada hanya 6 unit kapal yang terdiri dari 1 kapal Porcine milik Syamsudin Koda a.k.a Marto beserta 1 unit kapal penampungnya, 2 speed boat PT. CIP, 1 unit ketinting milik nelayan Desa Tadonara dan 1 kapal bantuan nelayan Desa Jontona.

“Akhirnya armada yang ada digunakan untuk menarik bangkai Paus Biru ke daratan dan berhasil. Tetapi kegiatan untuk evakuasi Paus Biru yang masih hidup menjadi terhambat,” kata Amank.

Pada Jumat, 24 Oktober 2014 tim gabungan dan relawan terkejut. Paus Biru yang ada di Teluk Waienga, yang sebelumnya tinggal 2 ekor bertambah kembali menjadi 4 individu. Paus yang ada di palung bertambah kembali menjadi 4 individu. Informasi dari Pak Marto, pemilik kapal “Ake Panik” yakni yang sehari sebelumnya diminta untuk menjaga pintu keluar Teluk menyampaikan kepada tim bahwa pada dini hari, dua individu Paus Biru masuk ke Teluk. Ia juga memastikan bahwa Paus Biru yang baru masuk adalah individu lain, bukan dua individu yang sudah keluar beberapa hari sebelumnya. Pak Marto juga mengatakan bahwa diluar Teluk terlihat 3 rombongan Paus Bitu dengan jumlah total 11 individu serta rombongan Orca yang berjarak sekitar 7 Mil dari pintu keluar Teluk Waienga.

Jumat pagi, pada 25 Oktober 2014 tim kembali ke Teluk Waienga. Tim juga melihat ada 2 individu Paus yang sudah masuk ke Teluk serta mendekati palung. Akhirnya tim memutuskan untuk membuat blocking di pintu keluar palung agar 2 individu Paus tersebut tidak memasuki palung dan bergabung dengan 4 individu Paus yang sudah ada. Blocking dan penghalauan berhasil mencegah serta menggiring kembali 2 individu Paus tersebut untuk menjauh keluar dari teluk.

Semangat tim gabungan dan relawan muncul pada Sabtu pagi, 26 Oktober 2014. Air laut surut. Tim melihat 3 individu Paus Biru di dalam Palung sudah berada dekat dengan pintu keluar Palung, hingga tim mendorongnya keluar Palung lalu mengawalnya menjauh dari teluk.

“Tim berhasil menggiring 3 individu Paus Biru keluar menjauh dari teluk, hingga tersisa 1 individu saja di sekitar Palung,” kata Amank.

Pada Senin, 27 Oktober 2014 ada kendala penggiringan. Tim tidak mendapatkan armada yang cukup untuk proses penggiringan Paus keluar Teluk. Tim hanya memiliki kekuatan 1 kapal porcine , 1 kapal penampung dan 1 ketinting. Tim hanya bisa memaksimalkan aksi dengan apa yang ada. Tim hanya melakukan 4 kali penggiringan dan 1 jam sekali membuat suara di dalam air dengan cara menggeber mesin kapal , memukulkan batu dan besi. Begitu juga pada Selasa, 28 Oktober 2014, tim lebih banyak melakukan pengamatan perilaku dan pendokumentasian. Mengganggu dan menggiring Paus Biru agar merasa tidak nyaman dan bisa keluar secara natural. Namun, upaya ini juga tidak membuahkan hasil.

Barulah pada Rabu, 29 Oktober 2014 tim kembali melakukan pengamatan dan usaha penggiringan dengan mengerahkan 1 kapal Porcine, 1 kapal penampung dan 1 ketinting.

“Ketika sehabis makan siang, kami sudah tidak lagi melihat Paus Biru di Teluk. Paus Biru terlihat terakhir berenang berputar-putar di dekat tempat mati Paus muda sekitar jam 11.00 Wita dan tidak terlihat lagi sampai tim meninggalkan lokasi pada pukul 18.00 Wita,” kata Amank.

Kepastian bahwa Paus Biru sudah tidak ada di Teluk Waienga setelah tim melakukan pengecekan kembali ke Palung, pada Kamis, 30 Oktober 2014, sekitar pukul 14.00 Wita. Tim mengecek di dalam Palung, berenang di kedalaman sekitar 10 meter.

“Hari ini saya bisa pastikan bahwa Paus Biru yang masih hidup sudah keluar kelaut lepas. Tidak ada lagi di Teluk Waienga. Semua ini karena perjuangan tim,” kata Amank.

Femke Den Haas dari JAAN kepada mengatakan, upaya penyelamatan Paus Biru menjadi penting karena Paus Biru (Balaenoptera musculus) merupakan hewan yang dilindungi dan termasuk dalam kategori terancam punah “endangered”.

Kejadian ini juga merupakan kejadian terdampar massal pertama dalam keadaan hidup yang diketahui di Indonesia, sebelumnya belum pernah ada pemberitaan tentang Paus Biru yang terdampar hidup. Upaya penyelamatan ini bukan merupakan hal mudah, baik dari sisi teknis pelaksanaan maupun koordinasi dilapangan. Satu sisi masyarakat masih memiliki adat istiadat yang mengatakan bahwa Paus yang terdampar merupakan pemberian dari tuhan, untuk komsumsi.

“Paus yang mati seharusnya tidak dikonsumsi, berbahaya juga untuk kesehatan. Namun perjuangan menyelamatkan yang hidup juga lebih penting. Penyelamatan ini juga merupakan pengalaman pertama untuk masyarakat Desa Watodiri dan Desa Jontona dan pemerintah daerah setempat maupun LSM yang ada dalam melakukan pertolongan terhadap paus yang terdampar di Pantai,” kata Femke.

Tim Gabungan mencoba menggiring Paus Biru agar kembali ke lautan lepas. Photo by JAAN
Tim Gabungan mencoba menggiring Paus Biru agar kembali ke lautan lepas. Photo by JAAN

Sementara itu, Danielle Krep dari Rare Aquatic Species of Indonesia ketika saya hubungi mengatakan, peristiwa Paus Biru di Teluk Lembata masih misteri, belum bisa memastikan penyebab Paus Biru ada di Teluk. Tidak bisa juga memastikan berapa populasinya. Kahadiran Paus Biru biasanya jadi pertanda musim hujan akan datang. Tapi bisa juga dia melindungi dari bahaya, seperti dikejar Orca atau gempa bumi.

“Saya mengharapkan jangan ada perburuan Paus Biru. Status Paus Biru oleh IUCN global conservation status sudah sangat langka. Mari menjaganya,” kata Danielle sembari menutup pembicaraan.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,