,

“Lomba Penulisan” Jalur Maut Gajah Sumatera di Hutan Aceh”

Tanda – tanda gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) akan punah semakin jelas, jumlah populasi semakin menurun tajam, pada tahun 1996 diestimasi jumlah gajah berkisar antara 600-700 ekor di Aceh. Sementara pada tahun 2007, dari estimasi yang didasari oleh informasi jumlah populasi di daerah-daerah konflik dan data penangkapan gajah akibat konflik, diperkirakan populasi gajah Aceh berkisar antara 350-450 individu.Angka ini sangat mengkhawatirkan, karena populasi gajah di Aceh dalam 10 tahun terakhir (1996-2006) berkurang hampir 40% (Wahdi Azmi, 2008)

Gajah terbunuh lagi, ini terjadi hampir disetiap tahun di kawasan hutan di provinsi Aceh, Ditemukannya 3 individu bangkai gajah pada tanggal 6-7 September 2014 di Aceh jaya dan Aceh timur, kasus kematian gajah terjadi di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Utara dan Bireuen.Sejak 2012 hingga 2014, setidaknya ada 31 gajah mati di Aceh yang sebagian besar patut diduga terkait dengan perburuan gading (Dede Suhendra,2014).

Pada dasarnya, sebagian besar populasi gajah tersebar pada habitat yang terfragmentasi dan kehilangan fungsi untuk turut menjaga kelangsungan populasi gajah Sumatera secara berkesinambungan. Sebagian besar populasi gajah Sumatera berada di Propinsi Aceh, diduga telah terjadi perubahan bentang alam secara signifikan di hutan Aceh dan penggunaan ruang oleh gajah di daerah ini merupakan dilema tersendiri dalam usaha konservasi. Sementara itu faktanya, gajah Sumatera menyukai habitat di tepi hutan bukan di dalam interior hutan primer (Entee Rood, 2010).

Provinsi Aceh merupakan propinsi bagian utara Pulau Sumatera yang tercatat masih memiliki tutupan hutan cukup baik mencakup bentang ekosistem hutan hujan tropis yang terbentang antara Kawasan Ekosistem Leuser (2,6 juta hektar) dan Kawasan Ekosistem Ulu Masen (700 ribu hektar). Hal penting lainnya bahwa sekitar 85% dari populasi gajah yang ada di alam liar diperkirakan berada di luar kawasan konservasi. Hal ini membuat konservasi gajah semakin kompleks dan perlu pengaturan tata ruang untuk mendapatkan hasil yang berdampak jangka panjang.(Wahdi Azmi ,2008)

Inisiatif Pembangunan Phisik Koridor Gajah
Disamping Memiliki hutan yang relatif luas, Laju deforestrasi diperkirakan 32 ribu hektar pertahun (Aceh GCF Task force, 2009). Apakah deforestasi akan mempengaruhi perjalanan gajah dalam jangka panjang atau sebaliknya, Apakah gajah menyukai habitat yang didominasi oleh manusia di lembah datar dan kawasan sungai yang menyediakan kelimpahan pakan dan sumber air sepanjang tahun, ini perlu penjelasan lebih lanjut secara ilmiah.
Apakah deforestrasi menyediakan kelimpahan pakan dan menyediakan ruang bagi gajah untuk bergerak dan berkembang biak, pola perjalannya gajah tidak menetap di suatu blok hutan, gajah akan terus bergerak mengikuti pola migrasi, mereka bergerak secara terus menerus mencari makan dan berkembang biak.

Total luas koridor gajah Sumatera di Aceh 3.183,26 sementara itu 981,11 km berkonflik (Data FFI, 2013), dari analisa data ini membuktikan bahwa masih banyak jalur gajah yang belum aman, rentan konflik dan berujung pada pembunuhan gajah, areal maut tersebut seperti dikawasan hutan produksi, Areal budidaya /APL, dan pembukaan jalan tembus Provinsi dan kabupaten, hal ini membuat konservasi gajah semakin kompleks, di perlukan penanganan secara khusus di kawasan ini untuk mendapatkan hasil yang berdampak jangka panjang dalam usaha konservasi gajah Sumatera di Aceh.

Kawasan rawan tersebut harus memberikan jaminan keamanan bagi koridor / jalur gajah, dengan asusmi ini kawasan ini wajib di implementasikan oleh pihak pemerintah dan pihak korporasi baik itu sektor perkebunan, tambang dan kontraktor pengembang infrastruktur jalan, implementasi koridor gajah dapat menjadi bagian dari skema CSR-nya perusahaan, disamping di perlukannya dukungan kebijakan dan pengamanan koridor tersebut oleh pihak terkait.
Bagi pihak perusahaan perkebunan, pertambangan dan pengembangan infrastruktur jalan sudah seharusnya mendisain kawasan diwilayah konsesinya untuk membuat kajian ilmiah tentang kawasan koridor gajah, ini dapat menjadi landasan dan panduan bagi pembangunan dan konservasi, perusahaan perkebunan dan tambang harus dan wajib membuat koridor gajah di kawasan konsesi mereka dan bagi pengembang jalan diwajibkan membuat jalan fly over, kawasan ini dapat menjadi penghubung gajah melintas ke blok hutan lainya.

Proyek konservasi ini memberi pesan bahwa kegiatan konservasi merupakan kegiatan yang mendukung pembangunan dan konservasi dengan skema perkebunan harus menyediakan lahan untuk koridor dan pembuatan jalan flyover, diharapkan hasilnya adalah gajah dan habitatnya akan selamat, disamping diperlukannya perlindungan khusus bagi kawasan ini dan unit mangement konservasi lainnya, kawasan koridor ini menjadi penghubung kantung populasi gajah yang terpencar di hutan, maka populasi gajah akan lebih sehat,

Bahkan jika ini terjadi dan dapat diimplmentasikan, maka dikawasan hutan koridor dan kawasan fly over gajah akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan eko wisata lokal, dimana pada musim tertentu masyarakat dapat melihat gajah melintas.Menempatkan daerah priortas untuk konservasi gajah dengan skema koridor di Aceh harus dihitung sebagai daerah penting dalam pembangunan, keputusan politik Pemerintah Aceh untuk korodor ini akan memberi dampak besar dalam penyelamatan gajah dan habitatnya,
Kedepan, Apakah Pemerintah Aceh dapat memberi jaminan perlindungan gajah Sumatera dan satwaliar lainnya, mengawinkan antara pembangunan infrastruktur bersinergis dengan aspek ekologi, gajah dan manusia harus hidup berdampingan, beragam masalah telah muncul, kepentingan ego manusia dan gajah terus diperdebatkan hingga kini, koridor gajah dapat menjadi solusi dan bersinergis dengan pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh dan usaha ini dapat menjadi jawaban atas permasalahan gajah selama ini dan inisiatif koridor ini dapat menjadi model pengelolaan satwaliar bagi provinsi lain di Sumatera. inisiatif koridor adalah simbol keserasian antara pembangunan dan konservasi.

Artikel yang diterbitkan oleh