Lomba Penulisan: Kebakaran Hutan Tak Kunjung Henti, Tanda Pemerintah Tak Peduli?

Kebakaran 3

Apakah yang sebenarnya dikejar oleh manusia saat ini? Apakah harta? Atau kepentingan pribadi lainnya? Ya, mereka mengesampingkan kepentingan lain untuk diri mereka sendiri. Teriakan-teriakan “save our planet!” dan “stop climate change!” hanya akan menjadi bisikan yang hampir tidak terdengar oleh mereka. Mereka seakan menutup mata dari apa yang mereka seharusnya pedulikan. Hal ini terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Jika tidak ada tindakan tegas, maka beberapa waktu ke depan kita akan kehilangan apa yang tadinya menjadi kebanggaan kita, yaitu sebagai salah satu negara dengan biodiversitas terbesar di dunia. Hal ini didukung oleh banyaknya hutan di Indonesia. Namun, akan berapa lama predikat membanggakan tersebut akan bertahan?

Kerusakan hutan semakin tak terkendali, salah satunya kebakaran hutan di pulau Sumatera dan Kalimantan. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan kemarau atau kekeringan panjang sebagai faktor utama penyebab kebakaran hutan, karena studi yang dilakukan oleh GTZ mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kebakaran hutan adalah pembalakan liar[1]. Pembalakan liar meninggalkan kayu-kayu yang dibuang begitu saja, sehingga saat musim kemarau datang, kayu tersebut menjadi kering dan mudah terbakar. Dapat disimpulkan bahwa penebangan atau pembalakan liar tidak hanya berdampak pada hilangnya pohon-pohon tanpa diadakannya penanaman kembali, tetapi juga akan menyebabkan hal yang lebih parah yaitu kebakaran hutan.

Kebakaran hutan yang merebak dan tak terkendali selain menimbulkan masalah bagi hewan liar di hutan, juga menimbulkan masalah lain bagi manusia. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan yang terbawa ke perkotaan menyebabkan Infeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA). Asap yang tertiup angin bahkan bisa terbawa sampai ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, maupun Brunei Darussalam. Pada akhirnya masyarakat Indonesia yang menanggung malu atas asap yang menyebar ke negara tetangga.

Kita tahu bahwa pemerintah sangat lambat dalam menangani permasalahan kebakaran hutan. Oleh karena itu masyarakat tidak harus hanya menunggu kegiatan pemerintah. Aksi-aksi yang menggebrak dan berani dari masyarakat sangat ditunggu-tunggu untuk mengatasi penyebab-penyebab kebakaran hutan. Masyarakat harus disadarkan atas dampak negatif dari kerusakan dan kebakaran hutan. Masyarakat melalui LSM merupakan garda terdepan dalam menghadapi warga di sekitar hutan. Kebiasaan membuka lahan untuk perkebunan dan pertanian warga dengan cara membakar hutan harus dihentikan.

Permasalahan yang lebih rumit dan memiliki tingkat yang lebih tinggi adalah saat pembakaran hutan dilakukan oleh sebuah perusahaan minyak sawit yang tidak jarang dilindungi oleh oknum nakal. Bahkan perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang menggunakan lahan dan tanah Indonesia berasal dari luar negeri. mereka mnanamkan modalnya dalam perusahaaan kelapa sawit yang tidak jarang merusak dan tidak memperhatikan lingkungan. Peraturan pemerintah maupun peraturan daerah tentang hutan tidak dihiraukan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1968 tentang penanaman Modal Asing yang tidak memerhatikan aspek lingkungan memperparah kondisi perhutanan Indonesia. UU ini juga membuka jalan bagi pemodal asing terhadap eksploitasi hasil hutan Indonesia secara besar-besaran. Masyarakat pun tidak bisa berbuat lebih lanjut karena mereka tidak memiliki kuasa. Satu per satu pohon berjatuhan menimpa tanah dan satu per satu tanaman sawit berdiri berjajar dengan rapi di tanah yang seharusnya milik hewan yang semakin tidak memiliki tempat tinggal dan berlindung.

Sayangnya pemerintah dalam menangani permasalahan hutan lebih ke arah represif daripada preventif. Setelah diketahui terjadi pengerusakan hutan atau pembakaran hutan, pemerintah baru mengambil tindakan dengan memadamkan titik-titik api berdasarkan satelit dengan pemadaman manual maupun dengan manipulasi cuaca dengan menabur garam di awan. Hal ini mencerminkan pemerintah hanya menunggu hingga hutan habis, baru bertindak untuk menyelamatkannya. Pemerintah harus melakukan tindakan-tindakan preventif yang membuat efek jera bagi perusak hutan demi menyelamatkan predikat sebagai Indonesia sebagai paru-paru dunia. Penegakkan peraturan dengan memberikan sanksi tegas bagi pelanggarnya harus tanpa tebang pilih. Oknum penerima pungutan liar, korupsi, dan kolusi harus ditindak tegas bahkan seharusnya dipecat dari jabatannya. Perusahaan-perusahaan harus memiliki standar dalam memperhatikan lingkungan sekitar. Masyarakat harus diberikan pengarahan agar tidak membakar hutan dalam membuka lahan baru.

Inilah realita yang terjadi diantara kita. Kini dengan kebakaran hutan yang tidak kunjung habis, masyarakat dunia menganggap Indonesia tidak serius dalam menanganinya, atau menganggap Indonesia sangat kekurangan teknologi dalam menuntaskan kebakaran hutan. Semakin banyak yang tidak peduli, semakin gencar juga perusakan dan pembakaran hutan dilakukan. Teruslah menyerukan seruan untuk peduli hutan agar bisikan-bisikan yang mereka dengar menjadi teriakan yang akhirnya membuat mereka sadar. Satu seruan, satu pohin terselamatkan.

[1] http://sawitwatch.or.id/2014/11/kebakaran-hutan-dan-lahan-siapa-yang-melanggengkan/

Artikel yang diterbitkan oleh