,

Lomba Penulisan: Mengeja Pesan Purbakala di Hutan Semedo

 

HUTAN Semedo yang berada di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menarik perhatian banyak peneliti, termasuk dari mancanegara.

Pasalnya, ribuan artefak dan fosil purbakala telah ditemukan di kawasan yang berada di wilayah hutan Perum Perhutani di petak 27 E RPH Dukuh Taban BKPH Kedungjati KPH Pemalang sejak 2005 lalu.

Pada 2011, warga yang dipercaya sebagai penjaga situs, Dakri menemukan pecahan tulang tengkorak yang kemudian berhasil diidentifikasi sebagai fosil manusia purba jenis Homo Erectus yang berusia lebih dari 700 ribu tahun silam.

“Penemuan itu menguak jendela baru tentang migrasi manusia purba. Sebab selama ini, fosil manusia purba selalu ditemukan di kawasan Jawa Timur maupun Jawa Tengah bagian timur,” ungkap Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Kebudayaan Kemendikbud, Harry Widianto, saat berada di Tegal, beberapa waktu lalu.

Adapun temuan terbaru yang cukup mencengangkan, sebagaimana diberitakan berbagai media massa pada awal Desember, yaitu fosil kera Jawa raksasa berpostur tinggi sekitar 3 meter.

Balai Arkeologi Yogyakarta yang meneliti fosil berupa tulang rahang dan geraham tersebut, menyatakan bahwa itu adalah fosil Gigantopithecus. Uniknya, fosil kera raksasa tersebut dinyatakan sebagai temuan pertama di Indonesia.

Selama ini Gigantopithecus dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.Tulang Gigantopithecus tersebut ditemukan pada lapisan tanah dengan umur geologi mencapai satu juta tahun lalu. Lokasi penemuan itu mendukung gagasan bahwa kera raksasa pernah menyebar hingga ke Indonesia.

Atas temuan fosil-fosil itu, Semedo kini tengah digagas sebagai Desa Wisata Purbakala. Pemerintah pusat sudah menganggarkan dana miliaran rupiah untuk membangun museum purbakala di sana seperti Museum Manusia Purba di Sangiran.

Pemerintah Kabupaten Tegal juga saat ini tengah mempersiapkan berbagai infrastruktur pendukung. Dari mulai sarana pendukung fisik seperti perbaikan akses jalan, hingga penyiapan masyarakat Semedo agar mereka siap menyambut pengunjung wisata purbakala dari berbagai daerah.

Di sisi lain, kondisi hutan Semedo saat ini adalah berupa kawasan yang tandus. Tak ada pepohonan keras sebagaimana layaknya hutan. Sejauh mata memandang, hanya terlihat hamparan ladang pepohonan jagung yang luas.

Lantaran tak ada pepohonan yang berfungsi sebagai pengikat air, Desa Semedo sendiri pernah dilanda banjir besar. Puluhan rumah penduduk roboh dan hanyut. Namun, fosil-fosil itu justru ditemukan di lapisan tanah yang tererosi akibat hutan yang gundul.

Maka, timbul pertanyaan yang menggelitik. Masih perlukah reboisasi, sementara hutan yang gundul justru mendatangkan berkah (fosil)?

Penjaga Situs Semedo, Tanti Asih mengungkapkan, selama ini, temuan fosil di sana dinilai lengkap. Ribuan fosil dan artefak telah ditemukan. Artefak, fosil binatang purba dan manusia purba sudah ditemukan di situs yang berada sekitar 10 kilometer dari jalur nasional pantura yang melintasi wilayah Kabupaten Tegal tersebut.

Artefak yang ditemukan berupa kapak penetak, alat serpih, serut, dan tatal. Sedangkan fosil binatang purba antara lain gajah purba (Mastodon, Stegodon, Elephas) badak (Rhinoceros), kuda nil (Hippopotamus), dan kerbau (Bovidae)

Tanti mengungkapkan, selama ini, fosil memang ditemukan di lapisan tanah yang tererosi karena hutan yang gundul. Dengan demikian, jika reboisasi dilakukan, maka adanya akar pengikat tanah akan mengurangi erosi sehingga peluang ditemukannya fosil-fosil lain makin kecil.

“Namun demikian, tentu saja reboisasi lebih penting. Upaya itu demi kelestarian lingkungan serta demi kelangsungan hidup manusia kini dan masa yang akan datang,” tutur Tanti.

Untuk mendukung Desa Wisata Purbakala, warga Semedo dan pihak Perhutani setempat kini tengah menyiapkan upaya reboisasi dengan pohon buah-buahan seperti mangga, nangka, dan jeruk. Pepohonan tersebut dinilai lebih mendukung karena bisa menjadi komoditi khusus sebagai desa wisata kelak.

Selama ini, kata Tanti, upaya reboisasi dengan penananaman pohon keras selalu kandas karena selalu ditebang warga yang usil. Karena itu, dengan pepohonan buah, diharapkan warga bisa merawatnya untuk mendapatkan hasil panen yang baik.

Tanti tak terlalu mempersoalkan semakin kecilnya peluang penemuan fosil lain di kawasan terbuka alas Semedo yang terbentang sepanjang 2,5 kilometer itu.

“Toh, fosil yang selama ini ditemukan setidaknya sudah menggambarkan kehidupan masa lalu di Semedo. Jika hutan tak lagi gundul, para peneliti dan penjaga situs perlu upaya yang lebih teliti untuk menemukan fosil yang kemungkinan masih tersimpan di dalam tanah,” lanjut Tanti.

Ya, Tanti mungkin benar.

Kehidupan masa lalu di Semedo setidaknya telah membawa pesan khusus untuk manusia yang hidup pada saat ini. Tugas kita, mengeja pesan itu sehingga alam terus lestari dan selalu mengiringi kehidupan manusia.

Artikel yang diterbitkan oleh