,

Lagi, Perusahaan Besar Sawit Hilang Dari Peta Dinas Perkebunan

Palangkaraya, (30/1/2015) – Perusahaan Besar Swasta (PBS) sawit bermasalah mungkin jadi momok persoalan yang amat sangat bermasalah bagi masyarakat lokal yang berdiam di kawasan konsesi perusahaan perkebunan tersebut jika terlebih lagi perusahaan perkebunan yang bergerak dibidang komoditas kelapa sawit ini tidak mengantongi izin dan bahkan berani melakukan operasi besar-besaran dengan membabat hutan alam serta mencemari lingkungan sekitarnya.

Menurut data yang diterima Save Our Borneo (SOB) melalui Peta Sebaran Perkebunan Besar se-Kalimantan Tengah yang di sahkan per Desember 2012 oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah Ir. Rawing Rambang M.P. lalu, ada enam perusahaan perkebunan kelapa sawit hilang dari data peta tersebut. Ke-enam perusahaan ini antara lain :

  1. PT. Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), lokasi Desa Lahei Mangkutup, Kecamatan Mantangai, Kabupaten kapuas, Kalteng.
  2. PT. Agro Indomas (AI), lokasi Kabupaten Kotim, Kalteng.
  3. PT. Antang Sawit Perkasa (ASP), lokasi Desa Garong, Henda, Simpur, Sakakajang, dan Jabiren. Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng.
  4. PT. Hati Prima Agro (HPA), Kabupaten Kotim, Kalteng
  5. PT. Rimba Sawit Utama Planindo (RSUP), Kabupaten Seruyan, Kalteng.
  6. Handala Usaha Perkasa (UHP), lokasi Sei. Hambiye, Sei. Jangkit, Desa Mantangai Hulu, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalteng.

dan masih ada beberapa lagi perusahaan yang belum masuk di daftar atau masuk di data Dinas Perkebunan Kalteng.

Dari enam perusahaan perusahaan perkebunan yang hilang dari data peta tersebut adalah perusahaan yang dikatakan nakal atau bermasalah, baik itu dengan masyarakat lokal maupun masalah perizinan yang notabene belum terselesaikan sejak berdirinya perkebunan tersebut hingga saat sekarang ini.

Menurut penuturan Koordinator Save Our Borneo, Nordin, perusahaan yang hilang dari data peta dinas perkebunan tersebut sudah sejak lama bermasalah seperti contohnya saja PT. Hati Prima Agro, yang telah dengan gamlang menjarah hasil hutan berupa kayu yang dimana menyebabkan kerugian negara mencapai milyaran rupiah. Belum lagi jika kita berbicara masalah perizinan dan pencemaran dan dampak buruk bagi lingkungan yang dilakukan perusahaan tersebut.

izin yang begitu cepat keluar semestinya jadi perhatian utama, dari sekian PBS itu beberapa di antaranya sudah punya HGU, tapi tidak memiliki IPKH. Sebagian hanya mengantongi izin lokasi, tapi sudah membuka kawasan tanpa ada pelepasan apalagi HGU, ucap Nordin.

Karena itu, ia mengatakan apakah ke-enam perusahaan yang hilang dari data peta dinas perkebunan Kalteng sudah clean and clear atau perusahaan tersebut memang betul-betul tidak ada. (u.cy)

Artikel yang diterbitkan oleh