Beberapa waktu lalu, beredar sebuah video kekerasan terhadap kukang di sosial media. Video tersebut menuai tanggapan hingga kecaman banyak netizen.
“Menghalalkan segala cara demi uang,” tulis salah seorang pengguna Facebook, Riri Octa Handayani
“Ya ampun kasian bgt..ga tega litanya,” tulis Mira Turner, pengguna Facebook lainnya.
Video berdurasi satu menit tiga detik itu menayangkan proses pencabutan gigi yang dilakukan seorang pedagang terhadap kukangnya. Dalam video tersebut terlihat kukang kesakitan.
Pencabutan gigi sering dilakukan para pedagang kukang sebelum menjualnya. Hal itu dilakukan agar tidak membahayakan calon pembelinya. Padahal, itu cara yang salah dan menyakiti kukang. Karena, setelah dipotong giginya, kukang tidak bisa makan lagi yang membuatnya malnutrisi. Ujungnya, infeksi akibat pencabutan gigi itu berujung pada kematian.
Bagaimana menyikapi hal tersebut?
Tidak memelihara Kukang
Koordinator Edukasi dan Penyadartahuan YIARI (Yayasan IAR Indonesia), Ismail Agung mengatakan, selama pemeliharaan kukang masih ada dan tinggi, maka praktik-praktik seperti menyakiti itu akan tetap terjadi. Salah satu cara mencegahnya adalah dengan tidak membeli dan memelihara kukang. Hidup kukang itu di hutan, di alam bebas.
Banyak orang yang salah mempersepsikan memelihara kukang sama dengan merawatnya. Padahal, memelihara kukang hanya menguntungkan para pemburu dan pedagang, yang menyebabkan populasi kukang di alam semakin terancam.
Statusnya dilindungi
Kukang merupakan primata yang dilindungi oleh UU No 5 tahun 1990 dan peraturan internasional dalam Apendiks I CITES (Conservation International on Trade of Endagered Species) yang artinya dilarang dalam bentuk perdagangan internasional. Populasinya terus menurun akibat perburuan dan perdagangan. Data dari YIARI, sekitar 800-900 individu kukang diambil dari habitatnya per tahun.
Berani lapor
Jika melihat aktivitas perdagangan satwa dilindungi, segeralah melapor ke BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) terdekat agar cepat ditindaklanjuti. Atau bisa melakukan pengaduan melalui aplikasi GAKKUM Lingkungan dan Kehutanan yang tersedia dan dapat di-download di Play Store gratis. Dengan demikian, kejahatan-kejahatan perdagangan satwa yang dilindungi lainnya dapat segera ditangani.*
Reza S. Muslim.Ilmu Komunikasi FISIP UHAMKA, Jakarta ([email protected])