Yuk, ke Gede Pangrango…!

Mentari belum tegak lurus di atas kepala, saat Air Terjun Cibereum tampak di depan mata. Tanpa buang waktu, kami bergegas mendekat. Mendadak, langkah kami tersendat saat percikaan air yang terhempas angin itu menerpa wajah dan tubuh kami. Dinginnya temperatur air, seketika itu juga menyiutkan nyali kami yang sedari awal begitu menggebu ingin berendam.

Untuk sampai ke lokasi wisata alam ini, sebelumnya kami harus berjalan kaki hampir tiga jam dari pintu masuk Cibodas, sekitar lima ratus meter dari kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Bukan alasan utama bila jarak yang di kedepankan, mengingat jauhnya hanya 2,8 km atau sekitar 90 menit perjalanan. Bukan pula jalur trekking yang berat, meski rute yang ditempuh merupakan jalan bebatuan menanjak tersusun rapi. Melainkan, kami ingin menikmati sepuasnya pemandangan dan keragaman hayati taman nasional yang dibentuk tahun 1980 ini.

Air Terjun Cibereum_Foto Fahrul Amama_Burung Indonesia
Air Terjun Cibereum. Foto: Fahrul Amama/Burung Indonesia

Telaga Biru misalnya. Danau kecil seluas 150 meter persegi yang letaknya 1,5 km dari pintu masuk itu merupakan danau yang permukaan airnya tampak biru karena adanya ganggang biru. Warna biru kehijauan akan terlihat jelas ketika sinar matahari menerpa. Pun saat melintas jembatan gayonggong, sebuah kawasan rawa bekas kawah mati yang berfungsi sebagai penampung aliran air dari tempat yang lebih tinggi. Selain melihat langsung puncak Pangrango yang tertutup kabut tipis, kami juga bisa memerhatikan keberadaan rumput yang begitu dominan di wilayah ini.

Air terjun Cibereum sendiri memiliki ketinggian 50 meter dan berada di level 1.625 meter di atas permukaan laut. Kawasan yang terbentuk akibat pertemuan lahar vulkanik Gunung Pangrango dan Gunung Gede ini menyuguhkan pemandangan ciri khas pegunungan yang tampak menawan saat dipandang.

Pengamatan burung sekaligus pencatatan_Foto Fahrul Amama_Burung Indonesia
Pengamatan burung sekaligus pencatatan. Foto: Fahrul Amama/Burung Indonesia

Selain Cibereum, terdapat dua air terjun lain yang letaknya tidak berjauhan yaitu Cikundung dan Cidendeng. Dari tiga nama tersebut, Cibereum paling terkenal, karena volume airnya yang besar dan warnanya kemerahan. Warna ini berasal dari lumut berwarna merah (Spagnum gedeanum) yang tumbuh di dinding air terjun, sehingga dinamakan Cibereum (air berwarna merah). Selain dikunjungi wisatawan lokal dan asing, tak jarang, lokasi ini juga digunakan sebagai objek pemotretan.

Ragam hayati

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia yang diumumkan Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980. Luasnya 15.196 hektar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 luasnya bertambah menjadi 21.975 hektar.

Kawasan konservasi yang terletak di Provinsi Jawa Barat dan meliputi tiga kabupaten ini (Bogor, Cianjur, dan Sukabumi), merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis pegunungan Pulau Jawa. Tipe vegetasinya, berdasarkan ketinggian dan perbedaan tumbuhan, dibagi tiga zona: Sub-montana (1.000-1.500 m dpl), Montana (1.500-2.400 m dpl), dan Sub-Alpin (2.400-3.019 m dpl).

Data fauna TNGGP menunjukkan, di wilayah ini terdapat sekitar 300 jenis serangga, 260 jenis burung (dari 400 jenis burung di Pulau Jawa), 110 jenis mamalia, 75 jenis reptil, 20 jenis amphibi, serta 1.500 jenis tumbuhan berbunga.

Sikatan ninon. Foto: Fahrul Amama/Burung Indonesia
Sikatan ninon. Foto: Fahrul Amama/Burung Indonesia

Khusus soal burung, Sofyan punya cerita menarik akan makhluk jago terbang ini. Staf Balai TNGGP ini menuturkan bahwa keberadaan raptor seperti elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang-ular bido (Spilornis cheela), atau elang jawa (Nisaetus bartelsi) kerap terlihat, terutama saat hari cerah. Terbukti! Satu dari tiga raptor tersebut yaitu elang hitam berhasil kami lihat melintas, meski jeda waktunya agak lama.

Pengamatan burung memang menjadi alasan utama kami untuk datang kemari, dengan tujuan akhirnya adalah Air Terjun Cibereum. Nuansa pengamatan tersebut begitu kental terasa kala kami berada di jalur yang bernama jalur pengamatan burung (Birdwatching). Di sini, kami benar-bendapat menikmati kehadiran satwa bersayap tersebut sepuasnya. Ada kacamata gunung (Zosterops montanus), sikatan ninon (Eumyias indigo), juga sikatan biru-putih (Cyanoptila cyanomelana).

Kami pun sempat “kerepotan” kala mengidentifikasi antara tepus gelagah (Timalia pileata), tepus pipi-perak (Stachyris melanothorax), cikrak mahkota (Phylloscopus coronatus), dan cikrak muda (Seicercus grammiceps). Maklumlah, burung-burung semak ini bergabung dalam satu kelompok dan begitu lincah melompat. Kami harus mengikuti pergerakannya dari ranting rendah satu ke ranting lain dengan penuh kesabaran.

Catatan sejarah

Ragam kekayaan fauna di kawasan konservasi ini seperti badak atau rusa pernah dicatat oleh F.W. Junghuhn di awal abad ke-19. Nama Kandang Badak yang merupakan tempat perkemahan sekaligus pengamatan tumbuhan dan satwa misalnya, mengacu pada keberadaan populasi badak kala itu.

C.G.C Reinwardt, tercatat sebagai orang pertama yang mendaki Gunung Gede tahun 1819. Diikuti nama besar lain seperti J.E. Teysmann (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), W.M. van Leeuen (1911), dan C.G.G.J. van Steenis (1920-1952). Buku “The Mountain Flora of Java” terbitan 1972, disusun berdasar koleksi tumbuhan yang dibuat oleh C.G.G.J. van Steenis.

Ya, keindahan dan keragaman hayati di TNGGP membuat kawasan ini tidak hanya bernilai tinggi dari sisi konservasi tetapi juga bermanfaat untuk penelitian, pendidikan, dan ekowisata. Tidak berlebihan bila Alfred Russel Wallace mengungkapkannya dengan kalimat indah: “By far the most interesting incident in my visit to Java was a trip to the summit of the Pangerango and Gedeh Mountains…”

Penasaran? Taman nasional yang letaknya strategis dan ramai pengunjung saban akhir pekan ini dapat diakses dari beberapa gerbang. Salah satunya melalui Cibodas, sekitar 4 km dari Jalan Raya Bogor-Puncak-Cibodas.* Rahmadi/Burung Indonesia

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,