Saya, anda, dan kita semua, hidup, bekerja, dan bergantung pada satu planet yang sama; planet bumi. Planet Bumi adalah satu-satunya planet yang bisa ditinggali oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena, hanya di Bumilah terdapat “air”. Air adalah makanan dan sarana pembuat makanan. Air adalah senyawa terpenting bagi semua bentuk kehidupan di muka bumi.
Pentingnya air untuk kehidupan manusia menjadikan air menjadi salah-satu instrumen hak asasi manusia. Namun, meski telah diakui sebagai hak, masih terdapat lebih dari 1 milyar penduduk bumi yang kekurangan air bersih yang layak untuk diminum. Di seluruh dunia, setiap tahun 3,3 juta orang meninggal akibat gangguan kesehatan karena air.
Sebagai negara yang diselimuti hutan hujan alam tropis, Indonesia sesungguhnya menyimpan setidaknya 6% sumber air bersih dunia. Kurang lebih 2.500 kilometer kubik air dihasilkan di Indonesia setiap tahun. Di atas kertas, tidak seharusnya rakyat Indonesia kekurangan air.
Namun, kenyataan justru bicara sebaliknya. Kurang lebih 100 juta orang kekurangan air. Hampir 70% dari warga Negara bergantung pada air yang sudah tercemar. Diare, yang dikarenakan minimnya akses air bersih telah menjadi penyebab kematian terbesar kedua bagi balita di Indonesia.
Tiap tahun, kurang lebih 300 dari 1,000 penduduk Indonesia menderita penyakit-penyakit yang berasal dari air, seperti kolera, disentri, dan tipus. Sanitasi yang buruk telah menjadi penyebab dari 120 juta wabah dan penyebab 50 ribu kematian premature tiap tahun.
Kelangkaan air adalah berita yang bisa dengan mudah kita temui di mana-mana. Meski 71% permukaan bumi ditutupi air, namun kurang dari 1% dari total air dunia yang bisa dikonsumsi manusia. Sekitar, 97,5% dari 1,4 triliun kilometer kubik air di bumi adalah air asin, 1% air payau, dan 2,5% air tawar. Dua pertiga dari cadangan air tawar di bumi berada dalam keadaan beku, sisanya air permukaan yang cair dan air tanah.
Total air tawar yang tersedia, tidak semuanya bisa langsung di konsumsi. Sebagian harus terlebih dulu direbus, sebagian lagi harus melalui proses pemurnian air yang rumit, pelik, dan mahal. Mengapa? Lebih dari 90% limbah cair, khususnya di negara berkembang, mengalir langsung ke sungai, danau, dan kawasan pesisir yang produktif. Tiap hari, dua juta ton sampah dibuang ke aliran sungai. Di Negara-negara berkembang, 70% sampah industri dibuang begitu saja ke sungai.
Selain sudah banyak tercemar, volume produksi air tawar di dunia pun semakin berkurang sebagai akibat dari berbagai hal. Diantaranya karena berkurangnya daerah resapan air akibat hilangnya hutan. Tercatat, 150 ribu kilometer persegi hutan di dunia hilang setiap tahun. 140 ribu kilometer persegi diantaranya terjadi di hutan tropis. Luas hutan di bumi berkurang hampir separuh, dari 60 juta kilometer persegi, menjadi tinggal 36 juta kilometer persegi.
Kenyataan serupa juga terjadi di Indonesia. Tidak kurang dari 40% hutan yang ada di Indonesia pada tahun 1950 telah hilang pada 50 tahun berikutnya. Luas hutan Indonesia merosot dari 165 juta hektar, menjadi tinggal 98 juta hektar. Laju deforestasi semakin cepat, dari 1 juta hektar per tahun pada dekade 1980an, menjadi 1,7 juta hektar per tahun pada dekade 1990-an, dan makin meningkat menjadi 2 juta hektar per tahun pada dekade 2000.
Degradasi dan praktik-praktik pemanfaatan tanah yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan menyebabkan berkurangnya pasokan air. Kondisi hidrologi di kawasan-kawasan daerah aliran sungai semakin rentan terhadap kekeringan dan banjir, sedimentasi, dan pencemaran. Kini, hampir seluruh wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekurangan air.
Sebagai contoh, jumlah situ (danau) di Jabotabek berkurang dari 218 situ pada tahun 1978, menjadi kurang dari 100 situ pada tahun 2003. Contoh lain, pada tahun 1995 Pulau jawa mengalami defisit air sebanyak 32.347 juta meter kubik. Pada tahun 2000, defisit air di pulau jawa meningkat menjadi 52.809 meter kubik. Dengan pertumbuhan yang konstan, defisit air di pulau jawa pada tahun 2015 akan mencapai 134.102 juta meter kubik.
Pada saat air tawar semakin langka, volume air asin justru makin meningkat. Mencairnya es di kutub akibat pemanasan global dan semakin sempitnya daerah-daerah resapan air di daratan menyebabkan air tawar dari sungai-sungai mengalir lebih cepat ke lautan. Semakin lama, air yang layak untuk kita konsumsi akan semakin langka.
Jangan tunggu kenyataan pahit itu terjadi. Jangan sampai, air sebagai senyawa terpenting bagi semua bentuk kehidupan di hilang begitu saja dari muka bumi. Tidak bisa tidak, kita harus lakukan aksi penghematan. Penghematan atau konservasi air adalah perilaku yang disengaja dengan tujuan mengurangi penggunaan air segar, baik melalui metode teknologi maupun perilaku sosial.
Konservasi air juga berarti menjaga kualitas air, dengan cara memurnikan air yang sudah tercemar atau menghentikan perilaku-perilaku negatif, seperti membuang sampah ke aliran sungai.
Konservasi air juga bisa berarti memperbanyak cadangan air tawar, baik di atas maupun di dalam permukaan tanah, dengan memperluas daerah resapan air melalui penghijauan, pembuatan sumur-sumur resapan, dan lain-lain. Tujuannya, menyimpan cadangan air tawar di dalam tanah dan memperlambat proses perubahan air tawar menjadi air asin.
Menjaga kelestarian air adalah bentuk perwujudan rasa syukur atas karunia-Nya sekaligus mempertahankan fungsi bumi sebagai rumah bagi umat manusia dan seluruh makhluk ciptaan-Nya.
Anda bisa lakukan aksi-aksi itu secara sendiri-sendiri, bersama-sama dengan keluarga atau komunitas anda, atau dengan mendukung inisiatif kami, dompet dhuafa, melalui program “Sedekah Pohon” dan “Air untuk Kehidupan” untuk mempertahankan ketersediaan cadangan air sekaligus membantu pemenuhan akses terhadap air bersih bagi saudara-saudara kita yang membutuhkan.***