Buah Manis Penjaga Hutan

Pagi itu, Sopian Hadi anggota kelompok Pengelola Hutan Adat Guguk telah terlihat rapi dengan batik jambi berwarna merah yang dikenakannya. Hari ini, Rabu (19/06) merupakan hari yang dinantikan bagi masyarakat Desa Guguk Kecamatan Renah Pembarab Kabupaten Merangin. Sopian, bersama dua rekan lainnya Masdar Ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat Guguk dan Sekretaris KPHA Guguk Zulkifli Abbas dijadwalkan akan menerima penghargaan Kalpataru Tingkat Provinsi. Kelompok Pengelola Hutan Adat Guguk, sudah sejak enam bulan yang lalu telah mengusulkan sebagai penerima kalpataru dalam kategori Penyelamat Lingkungan. Perjuangan ini akhirnya berbuah manis, Kelompok Pengelola Hutan Adat Guguk berhasil menjadi pemenang pertama dalam kategori tersebut.

Bagi masyarakat Desa Guguk, penghargaan yang mereka peroleh ini bukan saja sekedar sebuah piagam, piala ataupun hanya kucuran dana. Penghargaan ini dinilai sebagai bentuk pengakuan negara atas kerja keras dan kearifan lokal yang mereka miliki untuk menjaga hutan adatnya. Berawal dari pemberian izin HPH oleh pemerintah pusat menyebabkan hak-hak masyarakat adat terabaikan. Kondisi ini pernah dirasakan Masyarakat Desa Guguk Kecamatan Ranah Pembarap Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Eksploitasi hutan marga pembarap oleh HPH PT Injapsin menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.

Beroperasinya perusahaan itu di wilayah desa tersebut akses masyarakat terhadap hutan dibatasi malah dilarang. Hutan sebagai kekayaan plasma nutfah, pelindung tanah, air, sumber ekonomi masyarakat dengan penghasilan produk hutan non kayu seperti jelutung, dama, jernang, rotan, manau, buah-buahan, tanaman obat dan madu tidak bisa lagi dinikmati masyarakat. Melihat kondisi ini masyarakat sepakat memeperjuangkan dan merbut kawasan hutan Bukit Tapanggang menjadi hutan adatnya.

Sejak Februari 1999, advokasipun dilakukan untuk menjadikan hutan tersisa di daerah Bukit Tapanggang sebagai calon hutan adat yang berfungsi penyangga kehidupan dari generasi ke generasi. Bersama KKI Warsi, mulai dijembatani pertemuan-pertemuan antara masyarakat dengan aparatur pemerintah untuk mengembalikan hak masyarakat Desa Guguk. Melalui perjalanan panjang dan penuh dinamika akhirnya Bupati Merangin melalui SK Nomor 287 Tahun 2003 mengukuhkan kawasan Bukit Tapanggang sebagai hutan adat Desa Guguk seluas 690 hektar. Djoko Sutrisno, Fasilitaor KKI Warsi menyebutkan berdasarkan Survei yang telah dilakukan, terdapat bermacam flora dan fauna yang dilindungi.

“Dari survei yang kita lakukan bersama masyarakat Guguk, hutan adat ini memiliki kekayaan sebanyak 89 jenis burung, 37 jenis diantaranya dilindungi seperti Rangkong Gading (Baceros vigil), Kuau Raja (Argusianus argus) dan banyak lagi yang lainnya. Sedangkan untuk mamalia ada 22 jenis mamalia yang dilindungi seperti Tapir (Tapirus indikus), Beruang (Helarctos malayanus). Ada juga beberapa jenis kayu seperti Meranti, Balam, Marsawa yang diameternya diatas 55 cm dan ini termasuk tanaman langka juga,” jelasnya.

Masyarakat Desa Guguk memiliki aturan dalam pemanfaatan hasil hutan baik kayu maupun non kayu. Misalnya saja untuk pengambilan kayu dikawasan hutan adat hanya boleh untuk kepentingan umum seperti membangun rumah ibadah, sekolah dan fasilitas umum lainnya.

Dalam pemanfaatan hasil hutan baik kayu maupun non kayu masyarakat mempunyai aturan yang telah disepakati bersama. Pengambilan kayu dikawasan hutan adat hanya boleh untuk kepentingan umum seperti membangun rumah ibadah, sekolah dan yang bersifat untuk kepentingan publik. Sedangkan untuk kepentingan pribadi hanya diperbolehkan dengan syarat harus mendapatkan izin dari kepala desa melalui kelompok pengelola hutan adat. Pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan itu, akan dikenakan sanksi yang cukup berat. Untuk penebangan liar dengan maksud menjual kayu hasil tebangan atau menebang pohon untuk membuka kebun di dalam kawasan hutan tanah adat, dikenai sanksi menurut hukum adat yakni 1 ekor kerbau, beras 100 gantang , kelapa 100 buah, serta selemak semanisnya, atau denda Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) dan kayu serta alat penebangan disita untuk desa. Sanksi ini sudah pernah dijatuhkan kepada PT Injabsin yang telah melakukan penebangan di areal kawasan hutan adat masyarakat Guguk

Sedangkan yang mengambil hasil hutan tanpa izin dikenai sanksi denda setinggi-tingginya 1 ekor kambing, 20 gantang beras, 20 buah kelapa dan selemak semanisnya. Sanksi-sanksi yang telah ditetapkan ini dipatuhi oleh masyarakat, namun apabila ada yang tidak mau membayar denda ini, maka pelaku pelanggaran akan diajukan ke pengadilan negara. Penggunaan dana yang didapatkan dari sanksi yang dijatuhkan kepada para pelanggar ketentuan adalah 50 persen untuk kas desa, 30 persen untuk kas kalbu dan 20 persen untuk kas karang taruna.

Masdar, ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat Desa Guguk menyebutkan aturan pengelolaan ini sudah tertuang dalam Peraturan desa tentang hutan adat. “Biasanya kami melakukan pengecekan dan berkeliling hutan adat untuk melihat adanya pelanggaran atau tidak yang dilakukan masyarakat. Dan masyarakat di sini juga memberikan laporan kepada kami jika ada hal-hal yang mencurigakan dan kegiatan penebangan,” imbuhnya.

Selain mengelola hutan adat, masyarakat desa Guguk juga memiliki lubuk larangan. Lubuk larangan merupakan merupakan bentuk perlindungan masyarakat terhadap ekosistem air, dengan prosesi panen lubuk larangan setahun sekali. Kearifan lokal menjaga hutan yang mereka miliki ini mengantarkan pada kemenangan. Dan mereka berharap, dengan adanya ajang-ajang penghargaan lingkungan seperti kalpataru ini pemerintah lebih memperhatikan dan mendukung terkait dengan peningkatan perekonomian masyarakat yang sudah berkomitmen dalam menjaga hutannya.

“Kami terharu sekali dengan penghargaan ini, perjuangan yang dilakukan akhirnya membuahkan ahasil. Dan semoga ke depan pemerintah lebih peduli lagi terhadap masyarakat adat yang berkomitmen dalam menjaga hutannya. Terutama adanya program peningkatan perekonomian,” pungkasnya.

Sopian Hadi bersama ketujuh penerima penghargaan kalpataru tingkat Provinsi Jambi ini diharapkan menjadi motivasi bagi yang lainnya untuk berbuat demi lingkungan yang lebih baik.

Penerima Penghargaan Kalpataru Tingkat Provinsi Jambi Tahun 2013

No Kategori Pemenang Nama
1 Perintis Lingkungan I Ahmad Baderun
2 Pengabdi Lingungan I Pendri SP
    II Bakian
    III Akub Indra Jaya, S. Hut
3 Penyelamat Lingkungan I Kelompok Pengelola Hutan Adat Desa Guguk
    II Kelompok Ndendeng Hulu Sako Batang Buat Desa Lubuk Beringin
    III Kelompok Tani Hutan Bakau Lestari
4 Pembina Lingkungan I Ir Rakhmat Hidayat

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh