#LiburanHijau Back to Nature with Amazing Adventure
Liburan, ya sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh mayoritas pelajar juga mahasiswa tentunya, termasuk saya. Banyak hal dan cara dalam menikati suatu liburan. Bagi saya liburan itu identik dengan bersenang-senang, berpetualangan, tantangan, dan alam. Mungkin banyak yang berlainan pendapat dengan saya mengenai liburan, apa mungkin banyak juga yang berpendapat. Back to nature itulah yang saya pikirkan ketika ada waktu yang dapat dimanfaatkan sebagai liburan. Maklum sebagai mahasiswa arang sekali ada waktu longgar buat liburan, ada liburan pun terkadang masih harus pergi ke kampus untuk rapat dan ini itu lainnya. Oleh karena iu, sedikit waktu untuk melepas penat harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan semanfaat mungkin.
Liburan kali ini, saya mencuri waktu minggu tenang saya. Dimana seharusnya minggu tenang dimanfaatkan untuk belajar dan mengulang kembali pelajaran sebelum datang UAS, saya dan beberapa teman saya justru memanfaatkannya untuk liburan. Dalam kamus saya, kegiatan liburan seperti ini sering saya artikan mbolang. Saya senang liburan yang tak banyak menghabiskan uang, lebih senang liburan bersama alam lepas.
Dan akhirnya saya memilih sungai sebagai objek wisata saya. Sungai yang saya kunjungi ini berada di kab.Jombang Jawa Timur, sebut saja sungai Boro-boro di Sigologolo wonossalam Jombang. Udara disana terasa sejuk, tidak terlalu dingin menurut saya. Alasan saya memilih sungai sebagai tujuan liburan saya kali ini adalah karena sekarang sulit sekali ditemui sungai yang mengalir jernih, seperti di sungai Boro ini. Seperti yang telah terlihat, sungai-sungai sekarang telah banyak tercemar. Sungai surabaya contohnya, tercemar oleh limbah industri dan juga sampah.
Sungai Boro di Sigologolo Wonossalam merupakan sungai bersih terdekat yang dapat dijangkau dari surabaya dan sekitarnya. Tempatnya tidak terlalu ekstreem, dapat ditempuh dengan sepeda motor, namun untuk menuju sungainya kita harus berjalan kira-kira 1 km dari tempat parkir sepeda motor.
Foto Sungai Boro dari lokasi parkir.
Untuk menuju ke sungainya, kita harus berjalan turun kira-kira sejauh 1 km. Disediakan tangga yang terbuat dari bambu sebagai tapakan untuk turun. aliran air Sungai Boro cukup deras, jadi hati-hati jika ingin berjalan ke tengahnya. Sungai ini masih tergolong bersih, dilihat dari indikator secara fisiknya yaitu kekeruhan, serta debit airnya. Sayangnya saya tidak sempat untuk melakukan uji BOD dan OD, namun jelas kandungan OD nya tinggi karena sungai tersebut berarus cukup deras. Sebenarnya sungai yang saya datangi ini, lokasinya dekat dengan air terjun, sayangnya saya belum sempat ke air terunnya karena akses menuju air terjunnya cukup sulit. Segarnya air sungai yang bersih seakan mengobati rasa rindu akan segar nan indahnya sungai alami. Sejenak memanjakan mata untuk menikmati aliran air ini, seakan saya larut di dalamnya. Sungguh sangat berbeda keadaannya dengan Kali surabaya yang sering saya temui. Ada satu hal yang unik disana, banyak capung warna-warni beterbangan. Kala itu yang saya lihat adalah capung berwarna biru tajam, lagi-lagi saya melewatkannya begitu saja, belum sempat mengambil gambarnya, si capung sudah kabur. Capung yang beraneka warna ini dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan lo teman. Iya, seperti yang kita tahu bahwa larva capung hidupnya di air bersih. Jadi kalau banyak ditemukan capung di sana, dapat disimpulkan bahwa kualitas perairannya masih bersih. O iya, kabarnya LSM Ecoton sering melakukan analisis biolitik di lokasi ini. Biotilik atau biomonitoring sendiri adalah metode pemantauan kesehatan sungai dengan menggunakan indikator makro invertebrata (hewan tidak bertulang belakang) seperti bentos, capung, udang, siput, dan cacing. Hasil pemantauan Biotilik dapat memberikan petunjuk adanya gangguan lingkungan pada ekosistem sungai, sehingga dapat dirumuskan upaya penanggulangan yang dibutuhkan. Melakukan pemantauan kondisi lingkungan seperti biolitik ini tidak sulit dilakukan, cukup dengan melihat jenis biota indikator disana, dan mencocokkannya dengan jenis biota yang toleran maupun yang tidak toleran terhadap pencemaran dalam buku referensi. Dan yang paling penting, analisis kondisi lingkungan dengan metode ini tergolong murah, karena tidak membutuhkan alat yang super canggih nan mahal. Sayangnya, tak banyak para pemuda yang peka dan mau melakukan analisis kondisi lingkungan perairan dengan metode ini, lebih seringnya anak muda suka melakukan analisis secara instant. Seperti langsung mengukur OD nya dengan DO meter, mengukur pH dan suhunya, padahal dari segi fisik saja belum cukup untuk langsung men-judge kondisi perairan tersebut.
Bahagia adalah ketika melihat alam sekitar kita juga bahagia. Seperti kala itu melihat air yang mengalir dengan derasnya, capung-capung cantik yang menari di atas air yang mengalir, bebatuan yang begitu kokohnya menghalang aliran si air, pepohonan yang masih lebat, rerumputan yang ikut menari seiring angin yang berhembus, ya seperti itulah liburan pertama saya di minggu tenang ini.
Liburan saya, tidak sampai disitu saja. Selang beberapa hari, ada salah satu teman menawarkan ke saya untuk mengikuti napak tilas kali tengah surabaya yang diadakan oleh Konsorsium Lingkungan Hidup (KLH) bersama dengan Garda Lingkungan. Tak pikir panjang saya langsung menerima tawaran tersebut dan daftar menjadi peserta napak tilas kali tengah. Acara ini dilakukan dalam rangka memperingati hari Lingkungan Hidup. Ini yang paling menantang, napak tilas merupakan kegiatan menapak tilasi atau menyusuri Kali tengah Surabaya yang ada di kecamatan Driyorejo Gresik. Acara dimulai pada pukul 07.30 dengan tracking pertama memasuki persawahan yang becek penuh lumpur dan juga licin. Kemudian tracking berlanjut ke pinggiran sungai yang mengalir deras kala itu, dikarenakan kemarin malamnya hujan. Jalan yang licin, berlumpur, dan juga harus siap berbasah-basahan menyeberangi sungai. Saya akui banyak sekali tantangan di zona napak tilas ini, sampai-sampai sandal gunung pun jadi korban.
Banyak hal yang saya temui ketika melakukan napak tilas tersebut, salah satunya saya dan teman-teman menemukan gorong-gorong aliran air limbah yang langsung menuju badan sungai. Maklum di pinggiran Kali Tengah Surabaya ini banyak ditemui industri-industri berdiri. Selain gorong-gorong, juga ada tumpukan kertas bekas yang berajar di pinggiran sungai, padahal hal tersebut jelas membahayakan riwayat Kali Tengah. Ada hal lain yang lebih mengerikan, sesuatu yang dampaknya besar. Dalam perjalanan napak tilas Kali Tengah Driyorejo, kita banyak menemui gorong-gorong milik perusahaan yang berdiri di bantaran sungai Kali tengah ini. Kebetulan yang saya temui adalah perusahaan kardus “kata bapak yang sempat saya tanyai di lokasi tersebut”, jadi perusahaan tersebut mengolah kardus-kardus bekas, kertas bekas menjadi kertas karton yang tebal, seperti itu. Selain gorong-gorong disana saya melihat ada banyak sekali kardus-kardus serta kertas bekas yang mau diolah menjadi karton ditumpuk berjajar di pinggir sungai. Menurut saya ini sangat tidak baik untuk keberlanjutan sungai kehidupan kita, pasalnya ketika hujan, maka air akan mengenai tumpukan kardus dan kertas bekas tersebut, kemudian airnya rembesannya akan mengalir langsung ke badan sungai. Padahal kita tahu tinta pada kertas-kertas bekas tersebut mengandung logam berat seperti Pb dan Cd, juga mengandung karbon yang jelas-jelas akan mencemari dan berbahaya bagi kelangsungan hidup organisme dalam air sungai tersebut. Selain dampak itu, adanya tumpukan kertas dan kardus di pinggiran sungai juga dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai secara perlahan. Sempat juga dari rembesan air tumpukan kardus dan kertas bekas itu diketahui merupakan air yang mengandung minyak. Jelas saja memprihatinkan, kalau setiap hari badan air kali tengah terus mendapatkan suplay air rembesan itu, belum lagi limbah yang keluar dari gorong-gorong dan sampah yang bejibun.
Dipertengahan tracking, sempat juga saya dan teman-teman menemui anak-anak kecil berenang begitu bahagianya di sungai tersebut. Aish, padahal tau sendiri kondisi Kali Tengah Surabaya itu seperti apa, sudah sangat keruh, airnya berwarna coklat seperti air susu coklat, banyak sampah mengambang disana, dan tentunya juga banyak limbah yang terlarut disana, sedang anak-anak itu berenang dengan bahagia di sana, Oh tidaaaak!!!. 2 kondisi sungai yang begitu berbeda terekam dalam rangkaian liburan saya kala itu. Sungai Boro yang masih asri dengan air jernih dan warna-warni capung atau Kali tengah yang mengalir bak susu coklat dengan berbagai sampah dan limbah yang terlarut disana? Yes, that’s the choice!!!
Hati semakin bertambah miris, ketika saya membaca sebuah artikel baru-baru ini yang menerangkan bahwa Kali Surabaya mengandung bahan pencemar berupa zat estrogenik yang menyebabkan ikan-ikan di Kali Surabaya menjadi mandul. Menurut saya ini masalah yang harus segera ditangani, pasalnya kemandulan ikan-ikan tentu akan mengubah komunitas ikan dalam perairan tersebut. Yang dikhawatirkan adalah terjadinya ketidakseimbangan ekologis dari perairan tersebut yang akan berdampak di aspek kehidupan tentunya. Oleh karena itu, perlu ada pastisipasi dari berbagai pihak untuk menjaga Kali Surabaya kita. Oke kita lanjutkan Kali Surabaya, dan mari kita melancong ke Waduk Sutami.
Masih berlanjut, dari acara napak tilas tersebut ada acara lanjutan untuk melakukan survey langsung ke jasa tirta 1 mengenai kondisi sungai tepatnya sungai Brantas. Jasa Tirta 1 merupakan pihak yang mengatur dan memanajemen aliran air sungai Brantas, juga termasuk Kali Surabaya ini. Liburan saya berlanjut dengan mengikuti acara dari KLH ini. Kami sempat mendapatkan kuliah lapangan bersama dengan jasa tirta 1 mengenai manajemen aliran air Sungai Brantas. Ternyata yang mengatur kapan sebuah bendungan di buka dan ditutup adalah jasa tirta. Kedatangan rombongan KLH dan garda lingkungan termasuk saya dan teman-teman disambut baik oleh pihak jasa tirta, bahkan kami juga diperbolehkan masuk ke ruang laboratoriumnya jasa tirta. Wow Amazing. Kami diajak terjun langsung melihat bendungan Sutami di perbatasan Malang-Blitar. Begitulah jasa tirta mengendalikan manajemen sungai Brantas, dibagian hulunya dibentuk bendungan-bendungan untuk menampung air. Pengaturan pintu-pintu air tiap daerah juga harus selalu dipantau, jika melebihi batas air yang ditetapkan maka pintu air akan dibuka. Banyak ilmu yang dapat saya ambil dari kuliah lapangan ini. Waduk dan bendungan sutami ini juga dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air.
Akhirnya, back to nature di liburan saya kali ini ditutup dengan wisata ke waduk Sutami. Melihat 2 keadaan sungai yang sungguh berbeda. Sebut saja liburan kali ini adalah wisata air.
Sungai Boro Sigologolo, Kali Tengah, dan Waduk sutami itulah rangkaian liburan saya. Back to nature, tantangan, petualangan seperti itu saya memaknai liburan hijau kali ini. Ini cerita liburan hijauku, mana ceritamu???