Tolak Tambang, Warga Pulau Bangka Menangis di Tugu Boboca

MANADO – Sekitar seratus warga Pulau Bangka, Minahasa Utara menggelar aksi damai di Tugu Boboca, batas Kota Manado, Rabu (21/8/2013) sore hingga malam hari. Beberapa warga yang ikut dalam aksi tersebut terlihat menangis sesenggukan ketika salah satu perwakilan warga memimpin doa.

Aksi yang dinamakan “Save Bangka” tersebut digelar untuk menolak rencana eksplorasi tambang biji besi di pulau yang hanya mempunyai luas 4.800 hektar tersebut.

“Luas tiga desa yang ada di Bangka hanya sekitar 3.000 hektar lebih, sementara yang kami tahu untuk sebuah daerah tambang harus mempunyai luas minimal 5.000 hektar. Jadi jika rencana itu diteruskan kami khawatir pulau Bangka akan benar-benar tenggelam,” ujar Daniel Kare (42) warga Desa Lihunu.

Karel mengatakan bahwa mereka yang menolak rencana eksplorasi tambang tersebut akan terus berjuang mempertahankan pulau mereka hingga tetes darah terakhir.

“Kami lahir di situ, buyut kami juga lahir di situ, itu tanah milik kami dan kami tidak sudi dirusak. Apa yang nanti akan kami wariskan buat anak cucu kami,” tegas Karel.

Aksi damai yang dikoordinasi oleh beberapa lembaga pemerhati lingkungan tersebut digelar disaat delagasi dari enam negara dan dua negara peninjau, Amerika dan Australia sedang mengadakan pertemuan dalam rangka Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fishers, and Food Security (CTI-CFF) Priority Workshop yang dilaksanakan dari tanggal 20 hingga 23 Agustus 2013 di Manado.

Aksi yang digelar tepat di jalur jalan yang akan dilalui para delegasi tersebut sontak membuat aparat kepolisian menurunkan personel pengamanan yang cukup banyak. Para aktivis lingkungan ini beranggapan bahwa sejak Manado Ocean Declaration (MOD) dan CTI-CFF ditandatangani pada 2009, banyak kebijakan investasi pemerintah Sulut dan pemerintah Minahasa Utara yang bertolak belakang dengan kesepakatan MOD dan CTI-CFF.

“Pemberian izin tambang bijih besi di Pulau Bangka dikhawatirkan akan memberi dampak kerusakan bagi terumbu karang dan biota laut yang ada di pulau tersebut,” tambah Aryati Rahman dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulut.

Sambil memanjatkan doa, warga Pulau Bangka yang mengikuti aksi tersebut memasang lilin dan mengenakan baju serba hitam sebagai tanda berduka atas apa yang mereka khawatirkan. Mereka juga menyanyikan lagu Desaku yang Kucinta serta beberapa lagu rohani dan lagu daerah yang mengungkapkan kecintaan mereka terhadap pulau Bangka.

Yull Takaliuang dari Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM) menyatakan, segala upaya menolak rencana eksplorasi tambang tersebut telah mereka lakukan.

“Kami sudah berunjuk rasa, menempuh jalur hukum dan sebagainya. Mungkin tinggal dengan cara berdoa seperti ini pemerintah Provinsi Sulut bisa tergerak hati mereka untuk menghentikan rencana tersebut,” ujar Yull.

Selain YSNM dan LMND, aksi “Save Bangka” tersebut juga diikuti oleh Forum Rakyat selamatkan Pulau Bangka, WALHI Sulut, Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang (AMMALTA), NSWA, LSM Tunas Hijau dan LBH Manado.

Artikel yang diterbitkan oleh
,