Kebakaran hutan dan lahan di Riau telah mencabut hak-hak warga Negara secara brutal. Seakan tak pernah perduli soal manusia demi sebuah keuntungan pribadi belaka. Padahal jelas dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM, pasal 9 ayat (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Saat ini terlihat jelas, Sudah sebulan lamanya kabut asap dari aktivitas kebakaran hutan danlahan di Riau tidak kunjung menipis. Bahkan selasa (25/2/2014) sore kabut asap tebal masih menyelimuti kota Pekanbaru dan sekitarnya. Jumlah titik api yang terpantau oleh satelite seperti yang dilaporkan kepada media memang fluktuatif setiap harinya namun asapnya seakan tak habis-habisnya.
Kemarin, Senin (24/2/2014) beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan nya di Bandara Kualanamu Sumatera Utara. Faisa salah seorang petugas Bandara dari Angkasapura menjelasakan bahwa, pembatalan penerbangan dikarenakan jarak pandang tidak mencapai 5 Km sehingga dikhawatirkan berbahaya bagi penerbangan antar domestic seperti Kualanamu menuju Batam, Pekanbaru, Jakarta dan Singapura. Hingga siang pukul 14.00 wib baru beberapa maskapai berani menerbangkan pesawat nya. Cukup banyak kerugian dirasakan maskapai akibat asap terebut, terutama biaya oprasional pergantian yang harus kita berikan kepada penumpang akibat pembatalan atau delay keberangkatan, Ujar Faisal.
Data yang diolah Greenpeace Indonesia yang dimuat di http://www.mongabay.co.id/2014/02/25/bara-lahan-gambut-riau-terus-membakar-habitat-harimau/, setidaknya bisa menjawab pertanyaan di atas dan mengungkapkan bagaimana peta dampak kebakaran hutan kali ini. Dari data yang diterima Mongabay Indonesia mengungkapkan sejak awal tahun ini hingga pertengahan Februari lalu, setidaknya tercatat 2.140 kejadian titik api di Riau. Dan lebih dari setengah dari jumlah kejadian itu justru terjadi pada minggu ke dua Februari yang mencapai 1.086 titik api. Analisa titik api pada minggu kedua Februari mengungkapkan bahwa jumlah titik api kali ini lebih banyak terjadi di hutan sekunder (338 titik api) dibandingkan hutan primer yang hanya 10 titik api. Sementara sebanyak 741 terjadi di wilayah non hutan. Dari seribu lebih titik api itu, sebanyak 181 berada di lahan konsesi perkebunan sawit milik perusahaan besar dan 277 terpantau di konsesi hutan tanaman industri.
Namun jika dilihat dari status apakah titik api itu terdapat di daerah yang dilindungi dalam peta indikatif Moratorium Kehutanan, maka sekitar 38% atau sebanyak 414 titik api terjadi di wilayah moratorium. “Padahal kawasan hutan yang masuk dalam moratorium harusnya dilindungi, tetapi di lapangan tidak terjaga dengan baik dan kini malah terbakar,” ujar Rusmadya. Lalu bagaimana dampak titik api itu terhadap habitat satwa langka? Keberadaan titik api dianalisa dengan peta habitat, maka sebanyak 857 kebakaran itu terjadi di habitat Harimau Sumatra dan sisanya 253 berada di luar habitat. Dalam angka yang berbeda, bencana ini juga diyakini menjadi ancaman serius bagi habitat Gajah Sumatra dan satwa lainnya.
Kebakaran hutan awal tahun ini adalah tekanan yang luar biasa bagi harimau Sumatra yang berdasarkan data pemerintah terakhir jumlah individu di alam liar hanya 400 ekor. Padahal ekspansi perkebunan sawit dan HTI lima tahun terakhir telah nyata mendorong satwa dilindungi ini ke jurang kepunahan. Selain melakukan analisa peta, Greenpeace juga melakukan pengecekan di lapangan yang dilakukan pada pekan lalu. Menurut Rusmadya, sejauh mata memandang, bekas hutan dan lahan yang tahun lalu terbakar hebat, kini telah menjelma menjadi perkebunan sawit baru. Setidaknya ini terlihat di perbatasan wilayah Bengkalis dan Rokan Hulu.
Hak Azasi Manusia
Dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM, menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dijelaskan dalam Pasal 9 ; (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal 64, Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
Dalam kejadian ini, banyak hal hak-hak manusia yang tercabut secara tidak disengaja akibat ulah pembakaran lahan tersebut adalah;
- Hilangnya udara yang bersih yang menjadi Hak utama bagi manusia.
- Hak Pendidikan yang terganggu akibat asap yang menyelimuti sehingga mengkhawtirkan dapat menimbulkan penyakit bagi anak-anak sekolah.
- Hak kebebasan menjalankan usaha.