Seperti halnya di ibukota, masalah Banjir masih menjadi satu masalah pelik bagi warga Medan. Hal ini terbukti dari beberapa kasus banjir yang acap kali melanda kota Medan ketika hujan mengguyur deras. Sebut saja genangan yang selalu terjadi di ruas jalan Letda Sudjono (tol Bandar Selamat), jalan Pancing, Mandala By Pass, dan sejumlah ruas jalan lainnya yang secara otomatis memicu kemacetan lalu lintas. Belum lagi banjir kiriman yang umum terjadi di kawasan pemukiman sekitar bantaran sungai Deli dan sungai Babura yang cukup parah. Lalu, siapa yang bertanggungjawab atas semua masalah ini?
Selasa, 15 Oktober 2013, ribuan rumah di kota Medan digenangi banjir kiriman dari hulu sungai Berastagi, Kabupaten Karo dan aliran sungai Kabupaten Deli Serdang. Banjir kiriman ini menyebabkan ujung hilir sungai besar di Kota Medan, yaitu sungai Deli dan sungai Babura meluap karena, debit air yang tinggi. Kampung Aur, kecamatan Medan Maimun menjadi lokasi banjir terparah dengan ketinggian air mencapai satu meter. Setidaknya ada 5 kecamatan yang terkena imbas langsung banjir kiriman ini, yaitu kecamatan Medan Maimun, Medan Deli, Medan Petisah, Medan Sunggal, dan Medan Denai.
Masih di bulan dan tahun yang sama, senin 28 Oktober 2013 banjir kiriman melanda kota Medan. Lagi-lagi ribuan rumah di kota Medan terendam air bercampur lumpur setinggi dua meter. Setidaknya ada 6 kelurahan yang terdampak di kecamatan Medan Maimun, yaitu kelurahan Sei Mati, Kampung Baru, Sukaraja, Jati, Hamdan , dan Kampung Aur Medan. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sumut, Asren Nasution, menyatakan bahwa banjir kali ini merupakan banjir terparah dan terbesar sepanjang 3 tahun terakhir di kota Medan.
Kembali lagi ke pertanyaan awal, “siapa yang bertanggung jawab atas semua masalah ini?”. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengetahui berbagai penyebab banjir yang melanda kota Medan. Penyebab banjir yang menggenangi sejumlah ruas kota Medan diduga karena rusaknya sistem drainase sehingga tidak mampu menampung debit air yang tinggi. Hal ini seharusnya menjadi PR bagi pemerintah untuk segera memperbaiki dan meningkatkan sistem drainase yang ada di kota Medan. namun, menurut Dinas Binamarga, permasalahan banjir tidak hanya karena drainase tetapi perbaikan sistem dan kesadaran menjaga lingkungan masih lemah. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangandan tidak menjaga kelestarian lingkungan. Sangat disayangkan ketika melihat ora-orang berpendidikan yang masih belum sadar akan kelestarian lingkungan.
Pemerintah meyakini salah satu penyebab banjir di kota Medan adalah kerusakan dan penggundulan hutan. Kerusakan hutan Sibolangit dan Berastagi yang cukup parah dan mengkhawatirkan menyebabkan hilangnya resapan air. Hal ini didukung oleh pernyataan Taufik Borotan, mantan Mahasiswa Pecinta Alam Leuser Unsyiah Banda Aceh yang menyatakan bahwa sekitar 300 ha hutan lindung kawasan Bukit Barisan rusak dan gundul. Penjarahan melibatkan pengusaha, oknum pemerintah Karo dan Deli Serdang serta oknum anggota legislatif baik kabupaten dan provinsi.
Selain itu, daerah-daerah yang memiliki debit air cukup tinggi seperti Tuntungan dan Pancur Batu mengalami kerusakan hutan cukup parah sehingga tak mampu lagi menampung debit air tinggi sehingga debit air yang tinggi mengalir ke hilir menuju kota Medan melalui sungai Babura dan sungai Deli. Untuk menekan kebanjiran di kota Medan dan kawasan sekitarnya, Taufik Boroti menyarankan kepada pemerintah untuk segera meremajakan hutan dan menanam pohon. Kerusakan hutan yang terjadi di Sumatera Utara tidak hanya karena mengalami penggundulan, namun karena pembakaran hutan yang bertujuan untuk konversi lahan. Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum Sumatera Utara (BAKUMSU) dan sejumlah organisasi lingkungan lainnya di Sumatera Utara, luas hutan yang rusak akibat dibakar dan terbakar sekitar 891 hektar. Ketegasan pemerintah terhadap oknum-oknum yang mendukung perusakan hutan juga harus ditingkatkan. Oknum-oknum yang bertanggung jawab atas rusaknya hutan harus ditindak dengan hukum yang tegas sehingga memberikan efek jera.
Pemerintah melakukan upaya penekanan banjir dengan menggali sungai Deli dan sungai Babura, namun sejumlah pihak meyakini bahwa hal itu tidak banyak membantu karena hulu sungai yang sudah mengalami pengalihan dan penimbunan yang dilakukan oleh salah satu pengusaha properti sehingga tidak mampu menampung debit air. Untuk menanggulangi permasalahan banjir yang disebabkan oleh pengalihan dan penimbunan sungai, maka pemerintah berencana melakukan normalisasi sungai dan penataan warga yang tinggal di pinggiran sungai. Proyek normalisasi yang sedang dikerjakan diantaranya membuat tanggul dan benteng di Belawan Medan. “Jika bendungan serbaguna Lau Simeme dibangun, perasalahan banjir di hilir bisa teratasi” ungkap Eldin, Plt Walikota Medan. Penataan warga yang tinggal di pinggiran sungai dilakukan dengan relokasi warga dengan membangun rumah susun di kawasan yang aman. Pemerintah harus meninjau ulang penataan kota secara ekologis, khususunya di daerah bantaran sungai karena seharusnya pemukiman tidak diperkenankan berada di pinggiran sungai. Pemukiman diperbolehkan berada di sekitar sungai minimal 15 meter dari pinggiran sungai. Hal ini bertujuan agar di sekitar sungai tersedia resapan air yang cukup. Selain itu, pemukiman yang berada terlalu dekat dengan sungai akan sangat beresiko bagi masyarakat itu sendiri.
Limbah rumah tangga juga menambah pendangkalan sungai. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai sangat minim sehingga pendangkalan sungai terus terjadi. Pemerintah harus menindak tegas para pelaku yang mencemari dan membuang sampah ke sungai. Pemerintah juga harus terus memberikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai. Masyarakat harus aktif mendukung usaha yang dilakukan oleh pemerintah ini. Hal paling mudah yang dapat kita lakukan adalah hal-hal kecil yang dimulai dari diri sendiri. Kita harus menamkan nilai kecintaan terhadap lingkungan yang tinggi. Kita juga dapat membantu pemerintah dengan mengingatkan orang-orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja membuang sampah ke sungai.
Banjir Medan adalah masalah kita bersama dan yang bertanggung jawab atas masalah ini adalah seluruh masyarakat dan jajaran pemerintah. Untuk menekan permasalahan itu diperlukan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah. Pemerintah harus tegas dalam menegakkan peraturan dan memberikan sanksi pada pelaku perusakan lingkungan, khususnya bagi oknum-oknum yang bertanggung jawab dalam kerusakan hutan yang merupakan sumber resapan air. Pemerintah dituntut untuk mampu menyelesaikan permasalahan kerusakan hutan yang tak kunjung usai. Pemerintah juga harus tanggap dalam menangani segala permasalahan lingkungan yang muncul. Dukungan masyarakat sangat diharapkan dalam mewujudkan segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Dukungan ini bisa berupa mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dalam menjaga kelestarian lingkungan, kita dapat memulainya dengan menanamkan rasa peduli terhadap lingkungan. Membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan lingkungan, dan melakukan penghijauan di lingkungan kita. Karena apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Referensi: “ Langganan Banjir, Pemerintah Medan Berencana Normalisasi Sungai” dan “Hutan Gundul, Sungai Tertimbun, Medanpun Diterjang Banjir”