Dulu, di sekitar kita ada pekarangan luas. Di kanan kiri rumah kita ada sawah. Itu dulu, sekitar belasan tahun yang lalu. Dan sekarang pemandangan lain yang kita dapatkan. Pemandangan yang tidak pernah kita pikirkan di masa kecil. Pekarangan yang rindang dengan pohon pohon tinggi menjutai. Rumput hijau yang tak terlalu tinggi bersama semak-semak tempat bersembunyi ketika bermain. Semua itu sudah tak terlihat oleh mata.
Pohon pohon tinggi yang dulu terdapat banyak sarang burung telah ditebang. Rumput hijau dipangkas habis dan kini berganti dengan paving yang rata, kuat, namun terkadang menyakiti kulit ketika terjatuh di atasnya. Inilah era baru. Era yang tidak sepenuhnya dapat dinikmati.
Panas dimana-mana. Kita semakin tak nyaman dengan keadaan di sekeliling. Andai kita punya mesin waktu, kita mungkin dapat kembali ke masa lalu, kemudian memperingatkan semua orang untuk tidak melakukan perbuatan yang memperburuk lingkungan di masa kini. Bahkan sungai yang dulu jernih telah berubah menjadi tempat pembuangan sampah. Bayang-bayang keindahan itu lenyap bersamaan dengan hilangnya semua hal mempesona di masa lalu.
Yang terparah adalah ketika musim hujan datang. Air tak dapat meresap sempurna karena tak ada lagi lahan resapan. Jalan tertutup aspal tebal. Tanah lapang berubah menjadi bangunan. Tempat terbuka kini berlapis dengan paving. Dan kita selalu cemas ketika air mulai meninggi. Pastilah banjir akan segera datang.
Kita mungkin berharap agar semua yang telah terjadi saat ini dapat dikembalikan seperti sedia kala. Ditambah lagi dengan tingginya angka pertumbuhan penduduk. Bumi ini semakin pengap, seolah-olah semua orang berusaha berebut oksigen untuk bisa bernafas dan hidup. Bagaimana mungkin akan ada oksigen yang memberi udara sejuk jika pohon-pohon saja sudah tak nampak mata. Bagaimana juga air akan meresap ke tanah kalau tidak ada media yang dapat meresap air.
Sebagian hutan di bumi ini telah hilang, hanya tersisa sebagai tanah lapang luas yang tidak produktif. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini manusia menjadikan pohon sebagai salah satu bahan baku untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seperti misalnya tisu dan kertas. Untuk tisu sendiri adalah salah satu benda olahan berbahan dasar kayu yang tidak dapat didaur ulang. Itu sebabnya kita harus mengurangi penggunaan tisu dan beralih pada kain yang tidak hanya sekali pakai.
Selain tisu, kertas yang kita gunakan sehari-hari sebagai media pembelajaran atau sebagai penunjang aktivitas juga terbuat dari pohon. Untuk menghembat kertas, kita dapat memanfaatkan teknologi. Menggunakan perangkat komputer untuk menulis adalah salah satu cara paling efektif yang juga telah diterapkan di beberapa kampus konservasi di Indonesia. Gerakan paperless semacam itu diharapkan dapat menekan penggunaan kertas demi mengurangi jumlah penebangan pohon. Bahkan saat ini kita bisa menemui banyak buku yang dicetak dari kertas daur ulang. Itu adalah satu langkah bagus untuk bisa menjaga lingkungan.
Pohon adalah satu harapan bagi kita semua untuk bisa menjadikan masa depan dengan lingkungan yang lebih baik. Seandainya setiap orang bisa memiliki satu pohon, maka bumi ini tidak akan terlalu pengap untuk dihuni oleh milyaran orang, ditambah lagi dengan adanya alat transportasi yang kerap kali mencemari udara. Pohon-pohon di pinggir jalan dan hutan kota adalah dua hal yang penting keberadaannya di era globalisasi saat ini.
Dan nampaknya kita tak perlu mesin waktu untuk bisa mengembalikan hijaunya bumi ini. Mari tanam satu pohon untuk satu jiwa. Miliki pohonmu sendiri dan rawatlah ia agar hidup mengiringi kehidupan kita semua. Buat agar bumi kita dapat bernafas lega dan kita pun dapat hidup berdampingan dengan alam yang selama ini memberi kehidupan. Berterima kasih dengan cara menyayangi segala yang ada di sekeliling kita dan alam pun akan menyayangi kita.